Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mematok pertumbuhan sektor ritel berada di kisaran 10 persen sampai akhir tahun nanti dibandingkan akhir tahun lalu. Optimisme peritel tersebut sejalan dengan sinyal positif makro ekonomi nasional.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, keadaan pasar pasca perayaan Hari Raya Idul Fitri 2016 memberikan sinyal positif terhadap sektor industri ritel.
Pertama, harga energi membaik lantaran komponen energi, seperti tarif listrik, harga gas, dan bahan bakar minyak (BBM) memberikan keuntungan pada industri ritel.
"
Kedua, rupiah menguat. Ini sentimen positif juga untuk industri ritel. Tentu, kami ingin tahun ini lebih baik. Tahun lalu, tumbuh 8 persen mencapai Rp181 triliun. Tahun ini, kami menargetkan 10 persen atau menjadi Rp200 triliun," ujarnya, Senin (3/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor pendukung
ketiga, sambung dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikucurkan sejak kuartal pertama tahun ini memberikasn hasil positif terhadap pendapatan masyarakat.
Tidak cuma itu, tren inflasi yang terjaga membuat harga-harga cukup stabil, sehingga mendongkrak penjualan di sektor ritel. Ditambah lagi, target pertumbuhan ekonomi yang dibidik pemerintah lebih realistis.
Adapun, pasca Hari Raya Idul Fitri 2016, Roy mengungkapkan, realisasi industri ritel telah mencapai 65 persen sampai 70 persen atau sekitar Rp130 triliun sampai Rp140 triliun dari target Rp200 triliun.
Di sisi lain, sepanjang tahun ini, sejumlah pemain baru juga bermunculan meramaikan industri ritel. Dampaknya juga positif terjadi pada pemain-pemain lama, misalnya PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart).
"Alfamart terus bertambah di luar negeri, sekarang sudah ada 120 cabang. Tadinya, sekitar 90 cabang di luar negeri. Juga ritel di Indonesia bagian timur, tumbuh cukup baik, misalnya di Lombok dan Makassar," pungkas Roy.
(bir/gen)