Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bereaksi kontra terhadap rencana pemerintah mengenakan cukai terhadap kemasan plastik mulai tahun depan. Selain dianggap keliru, rencana kebijakan cukai ini juga diyakini akan semakin melemahkan industri ritel.
Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta menekankan, cukai seharusnya hanya dikenakan pada barang-barang yang sifatnya merugikan masyarakat. Sementara plastik tidak termasuk ke dalam kategori itu sehingga tidak layak dijadikan objek cukai.
"Itu tidak tepat, seharusnya ke produk yang misalnya membahayakan kesehatan, seperti rokok dan alkohol. Ini pemikiran yang salah," ungkap Tutum kepada
CNNIndonesia.com, Senin (3/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk membatasi konsumsi plastik, kata Tutum, seharusnya pemerintah menggunakan teknologi tepat guna untuk membuat plastik yang ramah lingkungan dan bukan menjadikan plastik sebagai celah untuk menggenjot penerimaan negara.
"Seharusnya pemerintah mendorong industri, misalnya memberikan insentif bagi mereka yang bisa menghasilkan biji kantong plastik yang ramah lingkungan. Ini lebih tepat," jelas Tutum.
Dengan rekayasa teknologi tepat guna, ia mengatakan upaya mengurangi dampak negatif plastik terhadap lingkungan tak akan memberatkan pelaku industri.
Pasalnya, lanjut Tutum, pola konsumsi masyarakat terhadap kemasan plastik belum sepenuhnya bisa dikurangi atau diubah sehingga dibutuhkan cara-cara pembatasan bertahap.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mendesak pemerintah untuk menimbang kembali rencana kebijakan ini. Pasalnya, pelaku industri yang bergantung pada pemakaian kemasan plastik akan sangat terpukul oleh kebijakan ini nantinya.
"Itu perlu dipikirkan kembali, karena ekonomi saat ini sedang tidak bagus, kemudian dikenakan cukai, nanti seperti apa industri ritel ini, semakin terbebani," ujar Roy.
Dia mengatakan, pengenaan cukai plastik pastinya akan berdampak negatif ganda terhadap industri ritel. Pertama, kebijakan itu bakal melonjakan harga plastik dari pabrikan. Hal ini tak hanya memberatkan pelaku industri, tetapi juga bakal mengurangi daya beli masyarakat.
"Kalau daya beli melemah, konsumsi rumah tangga tentu ikut turun. Padahal di satu sisi, konsumsi rumah tangga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi," imbuh Roy.
Apabila pemerintah memaksakan kebijakan cukai plastik ini tetap jalan, Roy berharap tidak langsung diterapkan pada tahun depan. Dia berharap ada ruang negosiasi agar penerapannya dilakukan bertahap.
"Jangan terapkan dalam waktu dekat ini, pemerintah juga harus mempertimbangkan masukan dan perhitungan dari asosiasi seharusnya," tutup Roy.
(ags)