Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Energi Nasional (DEN) mendorong PT Pertamina (Persero) untuk memperbanyak fasilitas pencampuran (
blending) minyak di Indonesia untuk memperkuat daya tahan energi nasional.
Syamsir Abduh, Anggota Unsur Pemangku Kepentingan DEN mencatat saat ini Pertamina tengah membangun fasilitas
blending di Tanjung Uban, Bintan, Kepulauan Riau.
“Upaya ini perlu diperluas dan diperbanyak minimal di lima pulau besar,” ujar Syamsir, Jumat (7/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Syamsir, fasilitas
blending dapat memenuhi tujuan jangka pendek, yakni menghemat biaya transportasi sehingga disarankan dilakukan dekat dengan sumber bahan baku dan pasar; mengurangi biaya investasi jika memanfaatkan fasilitas yang sudah tersedia seperti dermaga, akses jalan, tanki BBM serta lokasi jauh dari permukiman penduduk.
“Prioritas pemilihan lokasi di Tanjung Uban akan mengurangi ketergantungan kita kepada negara tetangga Singapura sehingga meningkatkan
bargaining power dan kewibawaan diplomasi energi kita,” ungkap dia.
Pertamina sendiri menargetkan fasilitas
blending Tanjung Uban berkapasitas 260 ribu kiloliter (kl) minyak bisa selesai konstruksinya pada November 2016. Fasilitas
blending tersebut dapat mengurangi impor BBM hingga 2 juta barel per bulan.
“Kami tengah berupaya untuk bisa
blending sendiri sehingga bisa mengurangi pembelian Mogas 88,” kata Daniel Purba, Senior Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Fasilitas
blending ini tidak hanya untuk memproduksi Mogas 88 atau premium, melainkan juga pertalite dan pertamax.
Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Pertamina memproyeksikan fasilitas ini dapat memasok bahan bakar ke pasar Asia Pasifik, seperti Myanmar dan Kamboja yang masih menggunakan Mogas 88.
Menurut Daniel, Tanjung Uban sebelumnya memiliki fasilitas terminal BBM dengan kapasitas 60 ribu kiloliter (kl) kemudian dikembangkan dengan menambah empat tangki berkapasitas masing-masing 50 ribu kl sehingga totalnya setelah pembangunan menjadi 260 ribu kl.
Selain itu, dermaga yang semula berkapasitas 35 ribu DWT juga dikembangkan menjadi 100 ribu DWT sehingga dapat menampung kapal yang lebih besar serta mengurangi biaya logistik pengangkutan.
“Pembangunan fasilitas
blending agar perseroan dapat mengolah premium untuk kebutuhan dalam negeri, bahkan mengurangi impor hingga 2 juta barel per bulan,” katanya.
Dirgo Purbo, Pengamat Ketahanan Energi dan Pengajar Geoekonomi Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), mengatakan langkah Pertamina mengembangkan fasilitas
blending di Tanjung Uban merupakan bagian dari upaya pengurangan ketergantungan impor dan tentunya juga bagian dri program ketahanan energi.
“Sangat perlu (diperbanyak). Utamanya di kawasan Indonesia Tengah dan Timur. Dampaknya sangat posistif terhadap cadangan devisa,” ungkap dia.
Menurut Dirgo, bagi Singapura kehadiran fasilitas
blending Tanjung Uban tentu berdampak signifikan.
“Tentunya ke depan bagi Indonesia, unsur-unsur yang memperkuat jaringan dari tingkat
upstream sampai
downstream harus lebih ditingkatkan. Karena posisi Indonesia sudah menjadi negara yang statusnya
net oil importir sebesar 1,8 juta barel per hari,” tandas Dirgo.
(gen)