Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai fungsi intermediasi perbankan dalam menyalurkan kredit belum maksimal. Hal itu tercermin dari pertumbuhan kreditnya yang melambat pada Agustus, dari tumbuh 7,74 persen (
year on year) pada Juli menjadi 6,83 persen.
Berdasarkan hasil rapat Dewan Komisioner OJK, Jumat (14/10), perlambatan kredit dipicu oleh anjloknya penyaluran kredit valuta asing, yang minus sebesar 11,76 persen dibandingkan Agustus tahun lalu. Hal itu dinilai OJK sejalan dengan kondisi eksternal yang masih lemah.
Sebaliknya untuk kredit dalam denominasi rupiah, OJK mencatat pertumbuhan 10,7 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk intermediasi perusahaan pembiayaan, OJK merekam arah perbaikan, di mana piutang pembiayaan per Agustus 2016 tumbuh 0,87 persen atau naik dari Juli 2016 yang sebesar 0,36 persen.
Slamet Edy Purnomo, Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis OJK menerangkan membaiknya penyaluran pembiayaan didorong oleh permintaan pembiayaan konsumen yang meningkat, khususnya untuk sektor perdagangan, restoran dan hotel.
Namun, ia mengingatkan risiko kredit lembaga jasa keuangan masih relatif tinggi. Pasalnya, rasio kredit bermasalah atau
non-performing loan (NPL) tercatat sebesar 3,22 persen, meningkat dibanding posisi Juli 3,18 persen. Sementara untuk rasio pembiayaan bermasalah atau
non-performing financing (NPF) relatif stabil pada level 2,22 persen.
"Likuiditas dan permodalan lembaga jasa keuangan masih berada pada level yang baik. Alat likuiditas yang dimiliki oleh perbankan dalam kondisi memadai untuk membiayai ekspansi kredit," ujar Slamet.
Dari sisi ketahanan, lanjutnya, bantalan permodalan ketahanan lembaga jasa keuangan domestik secara umum masih berada pada level yang mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. Hal itu terlihat dari rasio kecukupan modal atau
Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per Agustus 2016 yang sebesar 23,26 persen.
"OJK akan terus memantau perkembangan profil risiko lembaga jasa keuangan serta menyiapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk memitigasi kemungkinan peningkatan risiko di sektor jasa keuangan, khususnya risiko kredit. Koordinasi dengan pihak-pihak terkait juga terus diperkuat," jelas Slamet.
Kendati demikian, berdasarkan hasil rapat Dewan Komisioner, OJK menyimpukjan kondisi stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia masih normal, meski ada beberapa indikator kinerja yang perlu dicermat lebih mendalam.
Untuk itu, OJK menekankan pentingnya melakukan langkah-langkah optimalisasi untuk mendukung penguatan fungsi intermediasi perbankan dan perusahaan pembiayaan sambil berusaha membalikkan tren kenaikan NPL melalui strategi mitigasi resiko yang memadai.
(ags/gen)