Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengaku langsung dibebani banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan selepas dirinya dilantik pada Jumat pekan lalu. Jonan menyatakan masih memetakan masalah yang harus didahulukan.
Lebih rinci, Jonan menyebut ada delapan hal yang perlu diselesaikan segera, yang terdiri dari realisasi proyek 35 ribu megawatt (MW), percepatan penyusunan rencana pembangunan (Plan of Development/PoD) blok East Natuna, percepatan pengembangan blok Masela, hingga insentif eksplorasi melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) no. 79 tahun 2010.
Di samping itu, terdapat pula masalah perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia yang negosiasinya dimulai tahun 2019, revisi Undang-Undang (UU) Mineral dan Batubara serta revisi UU Migas, mekanisme relaksasi ekspor mineral yang dimulai tahun 2017, hingga masalah harga gas bagi industri yang tak kunjung usai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski mengaku belum pernah terjun langsung di tata kelola sektor ESDM, namun ia mengatakan masing-masing masalah punya tantangan tersendiri.
"Seperti proyek 35 ribu megawatt, kan kami ingin meningkatkan rasio elektrifikasi. Tapi tantangannya, kalau transmisinya tidak mencukupi ya percuma. Sementara itu, tantangan di sektor migas itu masalah teknologi dan
cost recovery. Lumayan lah, saya baru menjabat sehari sudah bisa ngomong sebanyak ini," ujar Jonan di Gedung Kementerian ESDM, Senin (17/10).
Di samping itu, ia memastikan nantinya pengelolaan investasi bidang ESDM harus melibatkan rakyat di daerah yang bersangkutan. Ia tidak mau infrastruktur energi seperti pembangunan terminal LNG di Arun dan Bontang yang dinilainya tidak menguntungkan warga sekitar, terjadi di proyek lain.
"Konsep pembangunan secara enclave ini sudah ketinggalan zaman. Masyarakat tetap harus terlibat, meski hanya jualan roti saja di lokasi tersebut. Misalnya pembangunan kilang LNG Masela, nantinya kalau dibangun secara
onshore ya masyarakat harus terima
benefit-nya," jelasnya.
Lebih lanjut, ia yakin pengalaman sebelumnya menjadi menteri bisa diterapkan di sektor ESDM. Ia mencontohkan wacana penurunan harga gas industri yang diterapkan secara zonasi, yang mirip dengan teknik pemetaan yang kerap ia lakukan semasa menjabat sebagai Menteri Perhubungan.
"Dulu saat saya menjadi Menhub, saya sangat beruntung bisa tahu berapa panjang jarak Sabang sampai Merauke, berapa zona waktu, berapa biaya transportasinya, bagaimana distribusinya, dan lain sebagainya. Tentu saja, setiap kebijakan kami pikirkan yang paling efektif dan efisien untuk rakyat," lanjutnya.
Sayangnya, ia belum bisa memetakan masalah apa yang akan dibenahi terlebih dahulu. "Saya baru hari pertama, baru serah terima jabatan. Itu nanti kami lihat," pungkas Jonan.
Harapan Anak BuahDi sisi lain, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot menunggu gebrakan Jonan terhadap permintaan divestasi Freeport yang sejak awal tahun ini belum menemui titik terang.
Bambang beralasan, sampai saat ini Freeport masih tetap kukuh bahwa nilai divestasi berada di angka US$1,7 miliar, atau sesuai dengan investasi perusahaan sejak awal beroperasi hingga tahun 2041 mendatang.
Padahal, pemerintah berharap valuasi divestasi Freeport berdasarkan atas investasi yang dikeluarkan sejak tahap eksplorasi sampai dengan tahun kewajiban divestasi secara kumulatif (
replacement cost).
"Freeport telah menjawab surat terakhir, lalu kami jawab lagi. Tawaran mereka masih sama. Kami tunggu gebrakan Pak Jonan terkait divestasi ini," lanjut Bambang.
(gir/ags)