Jakarta, CNN Indonesia -- Berbagai kebijakan yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk memberantas penangkapan ikan ilegal (
illegal fishing) dinilai masih kurang bertaji.
Pengamat ekonomi perikanan dan laut dari Universitas Gadjah Mada Rimawan Pradiptyo mengatakan, saat ini kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Susi belum mampu mencapai kedaulatan laut, bahkan menurut dia, hanya seperempat kebijakan tersebut yang mampu mengusir praktik
illegal fishing di perairan Indonesia.
"Bisa dibilang, dua tahun ini dia memang fokus menghilangkan
illegal fishing, tapi praktek itu tidak bisa dihilangkan, mungkin hanya diminimalisir," kata Rimawan, Kamis (20/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, berbagai aturan Susi tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan kebijakan kelautan yang ditempatkan di negara lain. Sehingga menurut dia, kebijakan kelautan di Indonesia bisa dikatakan masih sangat biasa.
"Misalnya di Australia dan Norwegia,
transhipment itu sudah kena pajak. Ikan baru sampai ke darat saja sudah harus bayar pajak, kapal yang ukuran 10 meter itu bayar pajak. Kita, ukuran 30 gross ton baru dikenakan pajak, kebijakan kita itu terlalu murah hati," katanya.
Oleh karena itu, Rimawan menilai perlu adanya perombakan kebijakan ke arah yang lebih ketat. Hal ini dilakukan agar cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia bisa segera direalisasikan.
"Kalau ada yang bilang kebijakan kita ribet, suruh dia memancing di Norwegia. Aturan di sana lebih ketat," kata Rimawan.
Di sisi lain, Susi mengatakan, sektor kelautan dan perikanan mengalami peningkatan tertinggi setelah Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjabat sebagai Presiden dan wakilnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Jokowi yang menyatakan agar masyarakat jangan lagi memunggungi laut saat pertama kali melakukan pidato kepresidenan untuk pertama kalinya pada 20 Oktober dua tahun lalu.
Susi mengklaim, peningkatan di sektor perikanan dan kelautan tersebut ditunjukkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan yang sangat tinggi.
"Pendapatan nelayan kita sangat tinggi, PDB perikanan meningkat, perikanan kita maju setelah dua tahun ini," kata Susi.
Menurut Susi, pada masa kepemimpinan awal Jokowi-JK nilai tukar nelayan hanya berhenti di angka 102 poin, berbeda jauh dengan saat ini yang bisa mencapai angka 110 poin. Sedangkan untuk PDB mengalami kenaikan hingga 2 persen, yaitu diangka 8,6 persen.
"Kenaikan pendapatannya tinggi karena ikan juga banyak di laut. Sangat maju perikanan kita jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya," kata dia.
Namun, Susi tidak menampik masih banyak pekerjaan rumah yang harus dia selesaikan untuk mencapai cita cita Presiden Joko Widodo yang menginginkan Indonesia agar menjadi poros maritim dunia, yang berarti menekankan pada kedaultan kelautan dan perikanan.
Hal ini menurutnya berkaitan dengan mekanisme pengolahan ikan, pemerataan kesejahteraan antar nelayan di berbagai pulau, serta harga tangkap yang baik.
"Yang paling utama PR kita itu agar tidak ada perbedaan kesejahteraan antara nelayan di Pulau Jawa dengan di daeah lain, misalnya di pulau-pulau Timur Indonesia," katanya.
(gir/gen)