Jakarta, CNN Indonesia -- Pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak berjalan mulus. RUU yang bakal memperkuat wewenang KPPU tersebut justru dinilai akan merugikan dunia usaha.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf menuturkan, salah satu ketentuan yang bakal dimasukkan dalam RUU tersebut adalah kewajiban bagi perusahaan sebelum menuntaskan merger atau akuisisi. Sebelumnya, dua aksi korporasi tersebut bisa dilaporkan setelah selesai dilakukan.
"Dengan adanya pra-notifikasi maka akan memberikan kepastian hukum terhadap investor kita sendiri," ungkap Syarkawi, Senin (24/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepastian hukum bisa diperoleh pengusaha, karena usai menerima laporan maka KPPU bisa segera melakukan evaluasi sebelum memutuskan apakah rencana bisnis itu akan menimbulkan dampak monopoli ke depannya. Tanpa kewajiban lapor seperti yang berlaku sekarang ini, KPPU bisa saja membatalkan kesepakatan merger atau akuisisi jika dinilai merugikan pelaku usaha lain.
“Kalau sudah merger atau akuisisi baru penilaian nanti menyulitkan perusahaan itu sendiri. Kalau hasilnya negatif, KPPU akan memerintahkan untuk berpisah. Nah perusahaan berarti harus memisahkan lagi dari yang tadinya sudah bergabung. Ini akan merugikan, investor juga jadi takut untuk berinvestasi," papar Syarkawi.
Namun, tidak semua perusahaan perlu melaporkan rencana merger atau akuisisinya kepada KPPU. Syarkawi menegaskan, KPPU hanya fokus pada perusahaan-perusahaan besar yang memiliki dampak terhadap laju perekonomian Indonesia dan persaingan usaha di Indonesia.
Misalnya saja, KPPU menetapkan kriteria bagi perusahaan yang wajib lapor jika ingin melakukan merger atau akuisisi khusus bagi perusahaan yang nilai asetnya minimal Rp2,5 triliun dan omzet sebesar Rp5 triliun.
"Yang bawah mungkin saja proses merger atau akuisisinya dilakukan tanpa lapor, tapi kami hanya khusus menangani yang besar," terang Syarkawi.
Terkait lamanya waktu evaluasi yang dilakukan oleh KPPU, Syarkawi memperkirakan maksimal butuh 21 hari untuk menilai merugikan atau tidaknya aksi tersebut. Oleh karena itu, ia berharap rencana KPPU memasukkan klausul tersebut dalam regulasi tidak dinilai sebagai hambatan bagi pengusaha.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menolak revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 yang akan memperkuat kewenangan KPPU, sehingga membuat lembaga tersebut menjadi superbody yang dikhawatirkan dapat melemahkan daya saing industri.
"Ada keinginan pemerintah memperkuat KPPU sebagai pelapor, penuntut, penyidik, jaksa, hingga hakim dalam satu badan yang sama. Ini perlu diperhatikan hati-hati," ujar Wakil Ketua Umum Bidang CSR dan Persaingan Usaha Kadin Indonesia Suryani S. Motik, Jumat (21/10) pekan lalu.
Menurut Suryani, ketidakrasionalan ini semakin menunjukkan bahwa KPPU hanya memiliki semangat memberikan hukuman dengan mempersempit celah pembenaran pelaku usaha. Belum lagi, pengenaan denda oleh KPPU dianggap terlalu besar dan menyekik pelaku usaha.
(gen)