Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan memperketat batas maksimal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun ini. Secara kumulatif, total defisit seluruh APBD tidak boleh melebih 0,1 persen dari proyek Produk Domestik Bruto (PDB), turun dari sebelumnya 0,3 persen PDB.
Ketentuan itu dipertegas oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.07/2016 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2016.
Dalam beleid yang terbit pada 20 Oktober 2016 itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pembatasan ditujukan untuk defisit APBD yang dibiayai dari pinjaman daerah. Namun, rasio defisit berbanding pendapatan untuk setiap daerah berbeda-beda tergantung kapasitas fiskalnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk daerah dengan perkiraan pendapatan sangat tinggi, defisit yang diperbolehkan maksimal 1,6 persen. Batasannya turun dari sebelumnya maksimal 6 persen dari pendapatan daerah.
Sementara untuk kategori daerah berpendapatan tinggi, dimungkinkan membukukan defisit paling besar 1,5 persen. Persentasenya turun dari sebelumnya maksimal 5 persen.
Sedangkan untuk kapasitas fiskal sedang dan rendah, maksimal defisitnya ditetapkan masing-masing 1,4 persen dan 1,3 persen dari pendapatan daerah. Sebelumnya, defisit daerah dengan kategori pendapatan sedang dimungkinkan hingga 4 persen, sedangkan yang kapasitasnya rendah hanya boleh paling besar 3 persen.
Pembatasan defisit APBD berpengaruh pula terhadap nilai pinjaman yang dapat ditarik oleh setiap daerah, yang besarannya sama dengan selisih kurang anggaran. Secara kumulatif, total pinjaman daerah tidak boleh melampaui 0,1 persen PDB, turun dari sebelumnya 0,3 persen PDB.
Namun, pemerintah daerah dimungkinkan untuk mengajukan tambahan defisit ke Menteri Keuangan, selama nilai kumulatif defisit dan pinjaman daerah tidak melampaui 0,1 persen PDB.
(ags)