Jakarta, CNN Indonesia -- Pacuan kinerja empat perusahaan konstruksi pelat merah di lantai bursa kian tak seru. Jarak persaingan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu kian jauh, baik dari segi pendapatan, dan juga laba bersih.
Di lantai bursa, terdapat empat BUMN yang merajai sektor konstruksi dalam negeri. Keempatnya antara lain PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, dan PT Adhi Karya Persero Tbk.
CNNIndonesia.com mencatat, dari empat perusahaan tersebut, Waskita Karya memimpin dari semua sisi. Waskita Karya merupakan perusahaan konstruksi dengan kapitalisasi pasar terbesar, senilai Rp35,01 triliun per 31 Oktober 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Posisi tersebut meninggalkan Pembangunan Perumahan dengan nilai kapitalisasi Rp19,99 triliun, Wijaya Karya sebesar Rp15,61 triliun, dan Adhi Karya senilai Rp7,86 triliun.
Dari sisi pendapatan, Waskita Karya mampu mencetak pertumbuhan hingga 88,72 persen dalam sembilan bulan pertama 2016 menjadi Rp14 triliun, dari Rp7,42 triliun pada periode yang sama 2015.
 Ilustrasi. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia) |
Adapun, Pembangunan Perumahan mencatatkan pendapatan Rp10,84 triliun atau naik 23,6 persen dari Rp8,77 triliun. Wijaya Karya membukukan pertumbuhan 15,42 persen menjadi Rp9,33 triliun. Sementara itu pendapatan Adhi Karya hanya naik 5,13 persen menjadi Rp5,69 triliun.
Dalam pos laba bersih, Waskita Karya kembali memimpin dengan pertumbuhan yang melompat 133,5 persen menjadi Rp934 miliar, dari Rp400 miliar. Pembangunan Perumahan jauh di belakang dengan peningkatan 49,74 persen menjadi Rp566 miliar. Wijaya Karya membuntuti dengan kenaikan laba bersih 2,82 persen menjadi Rp401 miliar. Sayangnya, laba bersih Adhi Karya tumbuh negatif atau turun 16,06 persen menjadi Rp115 miliar.
Kinerja keuangan tersebut tak lepas dari perolehan kontrak baru empat perusahaan tersebut. Hingga akhir September, Waskita Karya mengantongi kontrak baru Rp59 triliun. Jumlah itu lebih dari dua kali lipat kontrak baru Pembangunan Perumahan sebanyak Rp23,5 triliun di periode yang sama.
Sementara, Wijaya Karya berhasil unggul dari Pembangunan Perumahan dengan meraup kontrak baru Rp40 triliun. Adapun Adhi Karya kembali tertinggal jauh dengan hanya memperoleh kontrak baru Rp11 triliun.
Analis Samuel Sekuritas, Akhmad Nurcahyadi mengatakan Lonjakan pendapatan dan laba Waskita Karya didorong oleh kenaikan tajam porsi segmen konstruksi yang berkontribusi sebesar 94,83 persen dari total pendapatan, lebih tinggi dibandingkan dengan 81,64 persen di periode yang sama 2015.
“Di sisi lain, pertumbuhan pendapatan konstruksi kami lihat berhasil menutupi penurunan porsi segmen
precast yang tercatat hanya 3,96 persen. Sementara itu, pendapatan dari bisnis lain (jalan tol, hotel, properti dan sewa gedung) secara total menyumbangkan 1,21 persen dari total pendapatan,” ujarnya dalam riset, dikutip Selasa (1/11).
Sementara itu, Bob Setiadi, analis Mandiri Sekuritas mengatakan ketidakpastian pada proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodetabek berlanjut menekan kinerja Adhi Karya. Hal itu, lanjutnya, tercermin pada laba bersih dalam sembilan bulan 2016 yang hanya berporsi 22 persen terhadap prediksi 2016.
“Saat ini, kami masih menahan prediksi kinerja perseroan dan menunggu penyampaian prospek manajemen Adhi Karya dalam paparan publik pada 8 November 2016,” jelasnya.
(gir/ags)