Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 23,54 poin (0,43 persen) ke level 5.386 setelah bergerak di antara 5.341-5.395 sepanjang perdagangan hari ini, Senin (7/11).
Sementara di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah ditutup melemah ke level Rp13.086 per dolar Amerika Serikat (AS), atau turun 18 poin (0,14 persen) setelah bergerak di kisaran Rp13.077-Rp13.117.
RTI Infokom mencatat, investor membukukan transaksi Rp6,94 triliun dengan volume 10,99 miliar saham. Di pasar reguler, investor asing membukukan transaksi jual bersih (
net sell) Rp878,9 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 164 saham naik, 129 saham turun, dan 96 saham tidak bergerak. Sementara sembilan dari 10 sektor mengalami penguatan. Penguatan terbesar dialami oleh sektor pertambangan yang naik sebesar 2,75 persen.
Dari Asia, mayoritas indeks saham bergerak menguat. Kondisi itu ditunjukkan oleh indeks Nikkei225 di Jepang yang naik sebesar 1,61 persen, indeks Kospi di Korsel naik sebesar 0,79 persen, dan indeks Hang Seng di Hong Kong naik sebesar 0,7 persen.
Sore ini, mayoritas indeks saham di Eropa bergerak menguat sejak dibuka tadi siang. Indeks FTSE100 di Inggris naik 1,46 persen, indeks DAX di Jerman naik 1,57 persen, dan indeks CAC di Perancis naik 1,52 persen.
Kepala Riset Buana Capital Alfred Nainggolan menilai, kenaikan IHSG hari ini imbas dari hijaunya IHSG pada penutupan akhir pekan lalu. Selain itu, rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III 2016 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,02 persen ikut menambah sentimen positif bagi laju IHSG. Meskipun, angka tersebut di bawah prediksi pasar 5,04 persen.
"Bukan semata karena faktor pertumbuhan ekonomi ya, karena pasar melihat tidak ada sentimen negatif saja hari ini. Sebenernya 5,02 itu kan tidak jauh memang dari prediksi 5,04, jadi pasar relatif tidak kaget. Kan pemerintah juga sudah katakan jika pertumbuhan ekonomi kuartal III tak akan setinggi kuartal II. Jadi walaupun lebih kecil dari prediksi ini bukan berita buruk bagi pasar," ujar Alfred.
Hingga akhir tahun, Alfred optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa diatas 5 persen. Terlebih lagi dengan harga komoditas yang terus meningkat, misalnya saja batu bara. Namun, masalah terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah keputusan kenaikan tingkat suku bunga oleh The Fed yang diprediksi akan dilakukan pada Desember mendatang.
"Masalah utama kebijakan The Fed, tinggal satu bulan lagi, jadi lebih ke sana," kata dia.
Adapun, pelaku pasar masih terus mengantisipasi dampak dari pemilihan presiden (Pilpres) AS esok hari. Namun, ia optimis siapa pun yang terpilih, baik Hillary Clinton atau Donald Trump, mereka akan mengambil kebijakan untuk memajukan perekonomian dunia.
"Siapa pun presidennya pasti akan berpikir yang terbaik untuk ekonomi global," pungkas Alfred.
(gen)