Keran Repatriasi Aset Macet Karena Pembentukan SPV yang Ribet

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Rabu, 09 Nov 2016 15:30 WIB
Dirut Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menyebut pembentukan SPV baru di Indonesia untuk menampung aset repatriasi cukup rumit dan membutuhkan waktu.
Dirut Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menyebut pembentukan SPV baru di Indonesia untuk menampung aset repatriasi cukup rumit dan membutuhkan waktu. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rumitnya pembentukan special purpose vehicle (SPV) di Indonesia dinilai menjadi penyebab utama masih tertahannya duit repatriasi yang ingin dikembalikan wajib pajak (WP) setelah selama ini disembunyikan di luar negeri.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sampai akhir Oktober 2016, realisasi jumlah aset yang direpatriasi WP baru sebesar Rp10 triliun. Atau hanya sekitar 7 persen dari total komitmen repatriasi yang dicatat dashboard amnesti pajak sebesar Rp142,7 triliun.

"Masih banyak yang melakukan unwinding position, mereka (WP) sebenarnya melakukan repatriasi ada dua yakni properti dan surat berharga, dan mereka perlu jual dulu asetnya lalu bentuk SPV baru di sini, dan itu yang butuh waktu," ujar Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Kartika Wirjoatmodjo, Rabu (9/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang kerap disapa Tiko menyebut aksi tersebut banyak dilakukan oleh WP badan yang memang memiliki aset bernilai jumbo. Sementara para WP individu mayoritas telah membawa pulang asetnya usai mendapat surat pengampunan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Harta tersebut kemudian diinvestasikan ke instrumen investasi individu seperti unitlink dan obligasi.

Selain itu, repatriasi yang dilakukan oleh WP badan juga banyak diarahkan ke bank-bank swasta. Tiko mengaku repatriasi yang diterima bank pelat merah justru lebih kecil jika dibandingkan dengan bank swasta. Hingga saat ini Bank Mandiri baru menerima dana repatriasi sebesar Rp3 triliun atau baru 20 persen dari target yang sebesar Rp15 triliun

"Kita malah kebanyakan terima uang tebusan, untuk penerimaan repatriasi malah kalah," ujarnya.

Tiko menduga fenomena tersebut disebabkan banyak WP yang kurang nyaman memindahkan hartanya di bank BUMN setelah sekian lama diparkir di bank swasta yang berada di luar negeri.

Ia juga mengakui selama ini bank-bank pelat merah telat berinovasi dalam menyediakan instrumen investasi berdenominasi dolar.

"Mungkin, misalnya, karena selama ini mereka punya akun di bank lama di Singapura seperti Citibank, DBS, dari pada dipindah ke bank BUMN, mereka lebih nyaman dengan yang lama, isunya seperti itu," ujarnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER