Bambang Brodjonegoro: Rupiah Jeblok Bukan Karena Trump

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Jumat, 11 Nov 2016 12:18 WIB
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional itu menilai kenaikan suku bunga AS memang direncanakan usai hajatan pemilihan presiden.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional itu menilai kenaikan suku bunga AS memang direncanakan usai hajatan pemilihan presiden. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai terpuruknya nilai tukar rupiah merupakan efek dari rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed).

"Itu karena The Federal Reserve mau naikin [suku bunga]," tanggap Bambang di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (11/11).

Namun begitu, Bambang menampik alasan penguatan dolar AS terhadap rupiah sebagai imbas hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) yang memenangkan Donald Trump dari Partai Republik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Menteri Keuangan itu menyebutkan, pelemahan rupiah murni imbas prediksi kenaikan suku bunga The Fed yang memang direncanakan usai hajatan Pilpres AS.

"The Federal Reserve memang mau menaikkan setelah pemilihan presiden selesai," imbuhnya.

Sementara itu, Bambang tak menyakini bahwa kenaikan suku bunga The Fed sebagai tanda bahwa perekonomian AS telah membaik. Ia hanya menyebutkan, kenaikan suku bunga The Fed murni karena rencana dan perhitungan The Fed sendiri.

Kemudian, terhadap pelemahan rupiah pagi ini, Bambang mengingatkan agar pemerintah tetap fokus menjaga fundamental ekonomi Indonesia hingga akhir tahun.

"Pokoknya jaga fundamental, jaga kepercayaan, dan dipastikan ini hanya temporer [dampak pelemahan rupiah]," jelas Bambang.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS amblas pada perdagangan hari ini dan sempat menyentuh Rp13.865 atau melemah hingga 5,55 persen dari Rp13.138 kemarin. Hal itu akibat spekulasi kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat dari perkiraan karena kebijakan Presiden AS yang baru, Donald Trump.

Pelemahan kali ini merupakan yang terparah sejak September 2011. Sementara di kawasan Asean, dolar AS juga menguat terhadap ringgit Malaysia, peso Filipina dan baht Thailand.

Kepala Riset Daewoo Securities, Taye Shim mengatakan, Donald Trump berencana menaikkan anggaran belanja pemerintah, yang berpotensi meningkatkan inflasi AS. Hal itu membuat pasar berspekulasi bahwa The Fed mungkin harus menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan.

“Mengingat tren sekular di pasar uang bergantung pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan arah suku bunga dari kedua negara, pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi di AS dapat memacu pertumbuhan. Sementara kenaikan suku bunga yang diprediksi lebih cepat akan mendorong nilai tukar dolar AS,” jelasnya. (gir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER