Indonesia Waspadai Ancaman Proteksionisme Dagang Donald Trump

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Rabu, 16 Nov 2016 20:47 WIB
Saat ini, AS dan China menguasai pangsa pasar dunia sekitar 23,6 persen. Apabila keduanya terlibat perang dagang, maka kaan menggerus pasar negara lain.
Pemerintah Indonesia mengkhawatirkan imbas negatif dari kebijakan dagang protektif Amerika Serikat terhadap China, yang diwacanakan oleh presiden AS terpilih, Donald Trump. (REUTERS/Carlo Allegri)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia mengkhawatirkan imbas negatif dari kebijakan dagang protektif Amerika Serikat terhadap China, yang diwacanakan oleh presiden AS terpilih, Donald Trump.

"Apabila pasar perdagangan China dan AS tidak stabil, tentu kinerja perdagangan Indonesia akan terganggu karena pangsa pasar China dan AS mencapai 20,8 persen di Indonesia," ujar Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti di Hotel Indonesia Kempinski, Rabu (16/11).

Apabila kebijakan protektif itu jadi dilakukan AS, Tjahja meyakini ekspor ke AS akan terganggu. Pukulan telak terutama akan mengarah ke China, yang saat ini mengusai pangsa pasar ekspor ke AS sebesar 18,6 persen. Dampak lanjutannya akan turut melemahkan ekspor negara lainnya, termasuk di kawasan Asia, seperti Jepang, Hongkong, Singapura, dan Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kekhawatiran terbesar, lanjut Tjahja, terjadinya perang dagang antara AS dan China akibat kebijakan protektif yang dijanjikan Trump. Jika itu terjadi,  China akan membidik pasar ekspor ke negara lain, terutama ke negara berkembang seperti Indonesia.

Saat ini, AS dan China menguasai pangsa pasar dunia sekitar 23,6 persen. Apabila keduanya terlibat perang dagang, maka dikahwatirkan akan menggerus pangsa ekspor negara lain, tak terkecuali Indonesia.

"AS adalah negara tujuan ekspor pertama bagi Indonesia. Selama 10 tahun, pasar ekspor Indonesia stabil 11 persen ke AS," kata Tjahya.

Kemendag mencatat, nilai perdagangan Indonesia-AS di sektor non minyak dan gas (non-migas) sepanjang Januari-Agustus 2016 mencapai US$6,3 miliar. Produk ekspor yang mengalami pertumbuhan ke Negeri Paman Sam meliputi tekstil, elektronik, dan minyak mentah. Sedangkan untuk impor, Indonesia bergantung pada AS atas alat permesinan, bijih minyak kedelai, hingga sisa industri makanan untuk pakan hewan.

Tjahya menyebutkan, kenaikan nilai perdagangan kedua negara meningkat karena didukung penguatan rupiah dan pertumbuhan ekonomi AS yang cukup stabil. Bahkan nilainya berpotensi 3,4 persen pada tahun depan jika perekonomi Indonesia tumbuh sesuai ekspektasi.  Namun, perkembangan harga komoditas juga patut jadi perhatian.

"Oleh karena itu, kebijakan Trump yang protektif perlu diwaspadai, terutama kasus anti dumping hingga anti subsidi," kata Tjahya. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER