Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Presiden (Wapres) Indonesia , Boediono, mewanti-wanti pemerintah untuk mengendalikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan sebaiknya-baiknya. Jika tidak, maka APBN akan menjadi sumber masalah, bahkan menyebabkan krisis.
“APBN itu tidak boleh menjadi bagian dari masalah tapi bagian solusi,” tutur Boediono dalam Seminar Nasional ‘Tantangan Pengelolaan APBN dari Masa ke Masa’ di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Rabu (30/11)
Karenanya, mantan Menteri Keuangan pada 2001-2004 ini menyatakan, pemerintah harus mematuhi rambu-rambu dalam menyusun APBN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada era Presiden Soeharto, rambu itu berupa prinsip anggaran berimbang di mana pengeluaran tidak boleh melampaui dari pendapatan.
Kini, rambu untuk mengendalikan APBN telah diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara.
Dua rambu yang paling utama adalah defisit anggaran konsolidasi negara maksimal 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan rasio utang tak boleh lebih dari 60 persen dari PDB.
"Utang di mana-mana selalu menjadi penyebab gejolak," ujarnya.
Lebih lanjut, Boediono memperingatkan untuk berhati-hati jika ada wacana revisi UU Keuangan Negara dengan membolehkan defisit lebih dari 3 persen dan rasio utang lebih dari 60 persen,
"Kalau ada wacana melepas (batas aman defisit dan rasio utang), saya hanya pesan, hati-hati saja. Nanti kita bisa kembali lagi ke masa APBN menjadi sasaran tarik-menarik politik yang terbesar,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, APBN merupakan instrumen yang seharusnya menjadi solusi saat menjawab tantangan perekonomian. Kuntuk itu, APBN harus terus dijaga.
“Kalau APBN yang menjadi tulang punggung dari menteri keuangan itu kredibel, kita bisa memimpin, kita bisa memberikan sinyal kepada publik, kita bisa menenangkan pelaku pasar,” ujarnya.
(gir/gen)