Jakarta, CNN Indonesia -- Pemohon amnesti pajak (tax amnesty) agaknya masih melirik deposito valas sebagai keranjang investasi yang menggiurkan dalam menempatkan dana repatriasi. Sayang, instrumen investasi dalam bentuk mata uang asing ini masih minim variasi.
Jangan heran, Ketua Umum Perhimpunan Bank Internasional Indonesia (Perbina) Batara Sianturi mengungkapkan, deposito dalam bentuk valas mendominasi dana repatriasi nasabah para pemohon amnesti pajak.
Di Citibank Indonesia, misalnya, dari beberapa produk investasi yang ditawarkan bank asal Amerika Serikat itu, deposito valas menjadi primadona para Wajib Pajak (WP) yang ingin membawa pulang asetnya dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maklum, Batara yang juga menjadi Direktur Utama Citibank menuturkan, deposito valas merupakan instrumen investasi yang paling sederhana dan mudah, meski imbal hasil yang ditawarkannya tidak terlalu tinggi.
"Deposito valas memegang porsi 50 persen dari total deposito yang dimiliki Citibank. Jumlah ini meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya," ujarnya, Rabu (30/11).
Berdasarkan data yang dipublikasikan, Citibank sendiri menawarkan return 0,01 untuk deposito valas bertenor 1-3 bulan. Sementara, imbal hasil deposito valas dengan tenor 6-12 bulan masing-masing sebesar 0,14 persen dan 0,32 persen.
"Karena begini, investor yang masuk itu sekarang kelihatannya dari repatriasi adalah uangnya masuk dulu untuk kejar tarif amnesti yang lebih rendah. Baru-lah mungkin setelah Maret 2017, mereka ngomongin keuntungan. Nah, deposito valas itu yang dicari," terang Batara.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menyebutkan, 90 persen dana repatriasi dari total Rp50 triliun masih ditaruh di bank.
Menurut Batara, kondisi ini wajar, mengingat saat ini para WP masih mengejar waktu untuk mendapatkan tarif tax amnesti termurah. Sehingga, keinginan untuk memarkir aset di instrumen keuangan lain belum banyak dipertimbangkan.
Direktur Utama Mandiri Investasi Muhammad Hanif menerangkan, tingginya permintaan deposito valas di perbankan membuat bank kebanjiran likuiditas valas. Padahal, di sisi lain permintaan kredit valas dari nasabah turun cukup drastis tahun ini.
Karenanya, menurutnya, dibutuhkan diversifikasi produk investasi berdenominasi dolar AS, terutama yang diterbitkan oleh pelaku pasar modal. Ia memprediksi, aliran dana repatriasi secara perlahan akan masuk ke pasar modal secara optimal pada kuartal I 2017.
"Instrumen reksa dana global tahun depan diprediksi sangat bagus. Makanya, kami mendorong perusahaan-perusahaan untuk menerbitkan instrumen valas," pungkas Hanif.
(bir/gen)