Sepekan, Saham Sektor Industri Dasar Jadi Primadona

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Sabtu, 03 Des 2016 12:02 WIB
Analis menilai, penguatan saham sektor industri dasar didorong oleh penguatan harga saham emiten semen.
Analis menilai, penguatan saham sektor industri dasar didorong oleh penguatan harga saham emiten semen. (ANTARA FOTO/Eric Ireng)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks sektoral pekan ini tampak berbeda jika dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya. Pekan ini, semua sektor berhasil menguat dengan mencatat pertumbuhan indeks. Dari 10 sektor yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor industri dasar memimpin indeks sektoral sepanjang pekan ini.

Berdasarkan data BEI, sektor industri dasar menguat hingga 2,77 persen dari level 524,422 menjadi 538,952. Penguatan sektor industri dasar diikuti oleh sektor keuangan yang menguat 2,67 persen, kemudian manufaktur yang menguat 2,6 persen, barang dan konsumsi 2,56 persen, dan aneka industri sebesar 2,52 persen.

Sementara, penguatan sektor lainnya yaitu, infrastruktur 2,32 persen, pertambangan 1,9 persen, properti 1,87 persen, agrikultur 1,48 persen, dan perdagangan 2,21 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut analis Panin Sekuritas Purwoko Sartono, penguatan sektor industri dasar didorong oleh penguatan harga saham emiten semen. Hal ini terjadi ditengah banyaknya dana asing yang keluar (capital outflow) dari sektor lainnya sejalan dengan ketidakpastian pasar modal terkait kemenangan Donald Trump, kenaikan suku bunga The Fed, dan kondisi politik di Indonesia yang sempat memanas.

“Sebenarnya ini kalau dilihat lebih cenderung karena asing banyak yang keluar di sektor lain, jadi ada penurunan performa,” ungkap Purwoko kepada CNNIndonesia.com, Jumat (2/12).

Sektor dengan capital outflow terbanyak, sambung Purwoko, terjadi pada saham emiten perbankan dan barang dan konsumsi. Hal ini disebabkan banyak pelaku pasar asing yang menempatkan dananya pada kedua sektor tersebut. Artinya, sektor industri dasar terbilang diuntungkan dengan kondisi tersebut, di mana jumlah pelaku pasar asing di sektor industri dasar tak sebanyak kedua sektor tersebut.

“Kepemilikan asing enggak terlalu besar jika dibandingkan dengan perbankan dan konsumsi dan barang,” imbuh dia.

Kendati demikian, Purwoko menekankan masih adanya kondisi kelebihan pasokan (over supply) dari penjualan semen di Indonesia. Sehingga, penguatan yang terjadi dalam sektor industri dasar ini kemungkinan hanya bersifat jangka pendek. Tak heran, jika kinerja emiten saham masih tertahan hinggal kuartal III ini.

Hal itu tercermin dari salah satu emiten semen yakni PT Semen Indonesia Tbk (SMGR). Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, Semen Indonesia mengalami penurunan laba bersih sebesar 8,4 persen menjadi Rp2,92 triliun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp3,54 triliun. Menyusutnya laba bersih tersebut sejalan dengan pendapatan usaha yang turun 0,16 persen menjadi Rp19,08 triliun sepanjang Januari-September 2016.

Tak kalah buruknya dengan Semen Indonesia, PT Indocement Tungggal Prakarsa Tbk (INTP) juga mengalami penurunan laba bersih sebesar 2,2 persen menjadi Rp3,14 triliun. Hal ini tentu disebabkan oleh turunnya pendapatan perusahaan sebesar 12 persen menjadi Rp11,34 triliun dari sebelumnya Rp12,88 triliun.

Penurunan kinerja keuangan ini juga diikuti oleh PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) yang membukukan penurunan laba bersih sebesar 3,4 persen menjadi Rp174,7 miliar sepanjang Januari-September 2016, lebih rendah dibandingkan dengan peridoe yang sama tahun lalu Rp265 miliar. Meski begitu, dari sisi pendapatan perusahaan mampu menguat tipis menjadi Rp1,04 triliun dari sebelumnya Rp1,03 triliun.

Terakhir, PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) tercatat rugi sebesar Rp160 miliar sepanjang Januari-September 2016. Namun, rugi bersih perusahaan menyusut dibandingkan sebelumnya Rp372,2 miliar. Sementara, pendapatan perusahaan naik menjadi Rp6,9 triliun dari sebelumnya Rp6,55 triliun.

Purwoko menyatakan, permintaan semen sebenarnya akan bertambah sejalan dengan proyek infrastruktur yang tengah digenjot oleh pemerintah. Hanya saja, peningkatan permintaan tersebut tidak sebanding dengan tingkat kelebihan pasokan yang melanda emiten semen.

“Jadi enggak terlalu menguntungkan juga untuk emiten semen ini,” tutur Purwoko. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER