Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik sistem pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia yang dinilainya memiliki banyak kelemahan dalam mencetak calon tenaga kerja. Padahal menjelang berlakunya kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia butuh banyak tenaga kerja yang mumpuni untuk memenangkan kompetisi.
“
Vocational training harus besar-besaran kita ubah. Menurut saya kesalahan SMK kita adalah seharusnya pendidikan
training 80 persen dan sisanya teori,” kata Jokowi, Selasa (6/12).
Namun, yang terjadi justru murid-murid SMK masih diberikan mata pelajaran umum yang tidak terlalu bisa diaplikasikan dalam dunia kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tetapi yang terjadi sekarang hampir 70 persen gurunya itu guru normatif yang berkaitan dengan PPKN, PMP, Sejarah, Bahasa Indonesia, Kimia, dan Matematika. Ini malah pelatihannya, trainernya justru tidak ada,” keluh Jokowi.
Kondisi tersebut menurut Jokowi berbanding terbalik dengan sekolah sejenis di Jerman dan Korea Selatan yang lebih banyak memberikan pendidikan praktik kerja bagi muridnya.
“Harusnya yang diperbanyak adalah guru-guru pelatih untuk assembling otomotif, atau berikan training mengenai permesinan, penggunaan mesin terbaru. Di Jerman saja diajari membuat jendela, pintu, kemudian disertifikasi. Ini yang tidak kita kerjakan,” katanya.
Untuk itu, mantan Walikota Solo berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bisa bersinergi mengubah sistem pendidikan SMK di Indonesia.
“Perlu dilakukan besar-besaran sehingga kualitas SDM kita betul-betul berada pada kualitas sangat baik,” kata Jokowi.