Jakarta, CNN Indonesia -- Permintaan mata uang asing berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) melorot cukup tajam di tahun ini. Bank Indonesia (BI) melansir, permintaan korporasi terhadap dolar AS tahun ini hanya US$1,5 miliar atau turun 81,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni US$8 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung bilang, saat pelaku asing ramai-ramai mengalihkan dananya dari pasar domestik, ketersediaan valuta asing di dalam negeri diklaim stabil bahkan mampu memenuhi seluruh kebutuhan korporasi.
Per Oktober, BI mencatat surplus pasokan dolar AS di dalam negeri. "Karena, demand (permintaan) valas dari korporasi sekarang tidak terlalu besar seperti dulu, setelah regulasi BI tentang kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi dalam negeri. Jadi, ini cukup menekan permintaan valas," ujarnya dalam acara bertajuk Sarah Sehan 100 Ekonom, Selasa (6/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, tahun lalu, bank sentral memang telah mengeluarkan kewajiban transaksi rupiah bagi transaksi dalam negeri melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 yang berlaku sejak 1 Juni 2015 lalu.
Ketersediaan valas dalam negeri diperkirakan juga akan semakin meningkat, seiring dengan rencana repatriasi yang akan dilakukan oleh para Wajib Pajak (WP) akhir tahun nanti. Ekspektasi ini menguatkan keyakinan nilai tukar rupiah akan cenderung menguat jelang pergantian tahun, meski The Fed berencana menaikkan suku bunga acuannya.
Selain itu, Juda optimistis, akan ada perbaikan ekspor tahun depan, termasuk harga komoditas yang mulai merangkak tiga bulan terakhir. Faktor-faktor ini diprediksi mampu mendorong aktivitas ekspor yang bisa mempertebal cadangan devisa negara.
"Data Oktober dan November ekspor kita tumbuh 18 persen dan bukan hanya karena secara harga, tapi secara riil naik. Ekspor manufaktur secara rill naik 7-8 persen dan ekspor komoditas negatifnya sudah berkurang," imbuhnya.
(bir/gen)