Dunia Usaha Mulai Bertumpu Pada Pembiayaan Non Bank

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 05 Des 2016 06:23 WIB
Lambannya perbankan dalam merespon penurunan suku bunga acuan BI mengakibatkan pembiayaan non-bank menjadi lebih menarik.
Bank Indonesia (BI) mencatat dunia usaha mulai mengandalkan sumber pembiayaan dari non-perbankan di sepanjang tahun ini. (REUTERS/Iqro Rinaldi).
Bali, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat dunia usaha mulai mengandalkan sumber pembiayaan dari non-perbankan di sepanjang tahun ini, sebagai imbas dari sulit turunnya bunga kredit dan posisi selektif perbankan dalam menyalurkan kredit.

Berdasarkan data bank sentral, ketika kredit perbankan hanya tumbuh 7,4 persen secara tahunan (yoy) di Oktober 2016, sedangkan pembiayaan melalui instrumen di pasar modal sudah jauh melewati realisasi tahun lalu.

Rinciannya, pembiayaan lewat surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) dan sertifikat deposito (Negoitable Certificate Deposit/NCD) sebesar Rp166,9 triliun atawa melebihi realisasi sepanjang 2015 yang Rp129 triliun. Kemudian, pembiayaan dari obligasi korporasi sebesar Rp83 triliun naik 50 persen dibanding tahun lalu, yakni Rp55,3 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melalui penerbitan saham baru (rights issue) dan aksi kepemilikan saham lainnya juga sudah mencapai Rp50,4 triliun mendekati realisasi sepanjang 2015 yang Rp53,6 triliun.

Direktur Esekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung bilang, masih lambannya perbankan dalam merespon penurunan suku bunga acuan BI mengakibatkan pembiayaan non-bank menjadi lebih menarik.

Dari sisi perbankan, menurutnya, hal tersebut juga mencerminkan fungsi intermediasi perbankan yang masih belum efisien, karena masih sulitnya menurunkan bunga kredit. Padahal, suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) sudah turun signifikan.

"Kalau banknya tidak bisa berkompetisi karena suku bunga kreditnya masih tinggi, padahal suku bunga simpanannya sudah diturunkan, sehingga sebagian pangsanya diambil oleh non-bank. Itu adalah persoalan perbankan yang harus dibenahi," terangnya, Minggu (4/12).

Juda juga melihat terdapat kecenderungan perbankan mengambil marjin keuntungan yang terlalu besar, karena masih lebarnya selisih penurunan suku bunga deposito dengan penurunan suku bunga kredit.

"Kami lihat ada pelebaran marjin dari bank saat ini. Suku bunga deposito diturunkan terus, tapi kredit masih tinggi. Mungkin, untuk cover kenaikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL)," imbuh dia.

Menurut Juda, sejak awal 2016, dengan penurunan suku bunga acuan BI sebesar 150 basis poin (bps), suku bunga kredit hingga Oktober 2016 baru turun 62 basis poin. Padahal, suku bunga deposito sudah turun sebesar 129 basis poin.

Di sisi lain, dengan meningkatnya pembiayaan non-bank, sumber pembiayaan ekonomi dalam negeri menjadi lebih beragam. Menurut Juda, keberagaman sumber pembiayaan akan meningkatkan ketahanan ekonomi ketika dihadapkan pada potensi krisis.

"Semakin diversifikasi ekonomi maka akan semakin 'resilient'. Kalau hanya bergantung pada bank, ketika bank hadapi masalah, maka akan jadi mudah untuk kekurangaan pembiayaan," pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER