Jakarta, CNN Indonesia -- Pricewaterhouse Coopers (PwC) menilai pertumbuhan pendapatan perusahaan keluarga di sepanjang tahun ini tidak lebih baik apabila dibandingkan dengan periode dua tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh PwC, sebanyak 83 persen koresponden menilai ada pertumbuhan dari segi pendapatan untuk perusahaan keluarga pada tahun 2014. Sementara, 10 persen koresponden lainnya menyebut pendapatan perusahaan keluarga turun.
Nah, dalam survei yang dilakukan PwC tahun ini, 42 persen koresponden menilai akan ada pertumbuhan pendapatan perusahaan keluarga. Namun, 44 persen lainnya menilai pendapatan perusahaan keluarga akan turun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Direktur PWC Indonesia Advisory Eric Darmawan, perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia menjadi penyebab utama dari hasil survei tersebut. Sehingga, banyak koresponden yang meragukan pertumbuhan kinerja dari perusahaan yang ada.
"Kondisi ekonomi Indonesia melambat. Beberapa sektor terkena kondisi tersebut. Mayoritas sektor konsumer melambat," ujar Eric, Selasa (6/12).
Kendati demikian, 44 persen koresponden menilai, pertumbuhan bisnis keluarga dalam lima tahun ke depan dapat positif. Jumlah koresponden tersebut lebih tinggi dari survei yang dilakukan dua tahun sebelumnya, dimana cuma 13 persen koresponden yang yakin kinerja perusahaan keluarga bakal tumbuh.
Secara terpisah, Michael Goenawan selaku partner PwC Indonesia Advisory menjelaskan, hal tersebut menunjukkan bisnis keluarga masih tetap bergairah dan ambisius untuk bertumbuh. Tak hanya itu, beberapa koresponden juga menilai perusahaan keluarga dapat menjadi motor penggerak perubahan atau inovasi.
"Responden kami menyatakan perusahaan keluarga bagian penting pada ekonomi makro, menawarkan stabilitas, komitmen jangka panjang, dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap masyarakat dan karyawan," terangnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, kalau perusahaan keluarga menginginkan pertumbuhan 10 persen setiap tahunnya dalam jangka waktu lima tahun ke depan, maka perusahaan keluarga tersebut perlu menggunakan sejumlah metode pembiayaan eksternal. Hal ini dikarenakan mayoritas perusahaan keluarga masih menggunakan dana internal mereka.
Berdasarkan penelitian PwC, sebanyak 69 persen koresponsen menjawab menggunakan dana internal mereka, dan hanya 35 persen yang menggunakan pembiayaan ekuitas.
Dalam setahun ke depan, lanjut Micahel, tantangan utama bagi perusahaan keluarga di antaranya, kondisi ekonomi, persaingan usaha, rekrutmen staff, pelatihan, dan ketersediaan dana. Plus, inovasi terkait perkembangan digital dan teknologi baru untuk tantangan lima tahun ke depan.
"Perusahaan keluarga memiliki tantangan untuk selalu melakukan inovasi dalam lima tahun ke depan, khususnya perkembangan digital," imbuh Michael.
Pentingnya teknologi digital tersebut diakui oleh perusahaan keluarga di Indonesia. Hal itu terlihat dari 75 persen menyatakan telah memahami manfaat dari digital dan bakal mengkaji manfaat tersebut.
Direktur Utama PT Combiphar Michael Wanandi mengakui, manfaat dari perkembangan digital sudah ia sadari. Sehingga, perseroan akan menggunakan teknologi digital untuk memasarkan produk perusahaan. Lagipula, pemasaran melalui iklan di televisi tak lagi dianggap cukup sukses di tengah pesatnya perkembangan digital saat ini.
"Generasi sekarang sudah nggak terlalu banyak nonton televisi. Jadi, sosialisasi sudah macam-macam. Tetapi, juga tentu perlu membuat yang baru juga," pungkas Michael.
Ia menambakan, perkembangan digital juga dapat menjadi tantangan sekaligus manfaat bagi perusahaan itu sendiri. Namun yang pasti, dengan perkembangan digital juga dapat membantu perusahaan untuk mendistribusikan produknya kepada konsumen secara lebih mudah.