Kepala Bappenas Ragukan Kesaktian OPEC Dongkrak Harga Minyak

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 08 Des 2016 17:50 WIB
Rencananya, mulai 1 Januari 2017, seluruh negara OPEC sepakat memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari untuk menaikkan harga.
Rencananya, mulai 1 Januari 2017, seluruh negara OPEC sepakat memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari untuk menaikkan harga. (AFP PHOTO / APA / HERBERT NEUBAUER)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perencanaan Pembangunan Bambang P.S. Brodjonegoro meragukan harga minyak dunia bakal naik signifikan tahun depan mengikuti skenario pemangkasan produksi minyak oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Rencananya, mulai 1 Januari 2017, seluruh negara OPEC sepakat memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari.

“Memangnya OPEC itu menentukan segalanya? OPEC itu sudah sering melakukan kebijakan A sampai E tetapi dampaknya tidak seperti OPEC zaman dulu karena banyak produsen minyak di luar OPEC, yang produksinya besar seperti Rusia, Meksiko, Brazil,” tutur Bambang di kantornya, Kamis (8/12).

Bambang mengungkapkan, potensi kenaikan harga minyak tahun depan juga telah terekam dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang menetapkan asumsi harga minyak sebesar US$45 per barel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Bambang mengingatkan dampak kenaikan harga minyak tahun depan tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya dalam APBN. Pasalnya, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dulu mengambil porsi yang besar di APBN, lebih dari Rp200 triliun.

Tahun depan, subsidi BBM hanya diperuntukkan untuk solar dan minyak tanah dengan alokasi anggaran sebesar Rp32,2 triliun, termasuk di dalamnya untuk mensubsidi elpiji tabung 3 kilogram (kg).

“Dulu itu dampaknya menjadi besar karena (BBM) kita subsidi, kemudian subsidinya bobol. Maka kita harus menaikkan harga (BBM) sehingga inflasinya terlihat naik tinggi,” ujarnya.

Saat ini, dengan penentuan harga BBM dievaluasi per tiga bulan, pemerintah memiliki ruang untuk mengendalikan harga-harga rata-rata terakhir.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga meragukan harga minyak mentah dunia bakal naik signifikan tahun depan. Pasalnya, potensi turunnya permintaan minyak seiring dengan risiko belum pulihnya perekonomian global.

"Dilihat dari prospek permintaan yang tidak mengalami kenaikan, kemungkinan saja penguatan dari harga minyak itu akan terpengaruh atau dilemahkan oleh permintaan yang melemah sehingga [harga minyak] tidak akan bertahan dalam posisi yang terlalu lama dalam posisi yang terlalu tinggi," tutur Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (6/12) lalu.

Sebagai informasi, kemarin, harga minyak mentah dunia melemah dalam perdagangan. Harga Brent berjangka LCLc1 turun US$0,93 per barel ke angka US$53 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediates (WTI) CLc1 turun US$1,16 per barel ke angka US$49,77 per barel.

Hal ini dipicu oleh meningkatnya persediaan minyak Amerika Serikat (AS) dan keraguan bahwa pemangkasan produksu yang dilakukan organisasi negara-negara pengekspor minyak OPEC dan Rusia tak cukup untuk mengurangi kelebihan suplai minyak saat ini.

Keraguan ini muncul setelah laporan Energy Information Administration (EIA) AS menunjukkan bahwa persediaan minyak turun 2,4 juta barel sepanjang pekan lalu. Namun, persediaan minyak di hub pengiriman minyak berjangka AS di Cushing, negara bagian Oklahoma meningkat 3,8 juta barel pada periode yang sama. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER