Nusa Dua, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut kondisi keuangan perbankan nasional saat ini masih cukup menguntungkan apabila nantinya otoritas membebankan premi tambahan baru.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan LPS memang berencana mengutip premi baru berupa premi program restrukturisasi perbankan (PRP). Premi tersebut diluar premi reguler yang selama ini dipungut sebanyak dua kali dalam setahun dengan nilai 0,2 persen dari dana simpanan bank.
Pungutan premi tambahan tersebut sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang telah disahkan semester I lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) tertuang amanat untuk LPS dalam merestrukturisasi bank yang memiliki dampak sistemik. Dengan demikian, LPS telah menggeser peran APBN dalam aksi penyelamatan bank berdampak sistemik.
"Nah premi yang diwacanakan akan dikenakan perbankan adalah premi baru. Bank memang khawatir premi PRP akan nambah beban karena sudah ada premi OJK dan LPS. Tapi di sisi lain UU PPKSK menggeser keselamatan dari APBN termasuk untuk menerbitkan obligasi," ujar Fauzi di sela acara International Forum on Economic Development and Public Policy di Nusa Dua, Bali, Kamis (8/12).
Fauzi menggambarkan saat ini indikator rasio keuangan industri perbankan masih cukup sehat. Hal ini terlihat dari rasio marjin bunga bersih (NIM) serta rasio kecukupan modal (CAR) yang masing-masing mencapai 6,6 persen dan 22 persen.
Pada bulan Oktober, rata-rata pertumbuhan laba memang masih berlanjut pada tingkat rendah yakni 2 persen secara tahunan. Dengan pertumbuhan kredit yang baru mencapai 7,4 persen secara tahunan dan pertumbuhan dana pihak ketiga 9 persen secara tahunan serta rata-rata rasio peminjaman utang (LDR) sebesar 89 persen.
"Walaupun dengan NIM dan CAR segitu, perbankan saat ini, profitabilitasnya masih tinggi untuk dikenai premi tambahan. Walaupun ujung-ujungnya kalau dana LPS terkuras ya harus lari ke pemerintah, tapi ini mudah-mudahan tidak terjadi," imbuhnya.
Yang pasti, ia menargetkan penerbitan PP bisa dilakukan tahun ini juga, sehingga LPS dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki waktu panjang untuk melakukan sosialisasi kepada industri. Pembahasan objek pungutuan serta tarif pun juga masih dilakukan bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kementerian Keuangan.
"Masih dibahas apa kena bank sistemik saja apa kena semua bank umum atau buku III dan IV saja, kami akan kaji bersama-sama," ujarnya.
(gir/gen)