Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai kondisi permodalan dan likuiditas yang dimiliki oleh perbankan masih cukup kuat untuk meredam risiko kredit bermasalah (NPL).
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan likuiditas perbankan saat ini dalam kondisi yang berlebih akibat penyaluran kredit yang tidak agresif, ditambah aliran dana yang masuk akibat kebijakan pengampunan pajak.
Dari sisi permodalan, data LPS terkini menunjukan rata-rata rasio kecukupan modal (CAR) bank secara umum berada di level 22,5 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari ketentuan minimum bank yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni 8 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Risiko perbankan dari sisi likuidtas masih moderat dan tidak akan terlalu mengkhawatirkan," ujar Halim, Selasa (13/9).
Sementara jika dilihat dari sisi risiko kredit, penurunan harga komoditas dan hasil tambang masih menjadi faktor penyebab memburuknya kualitas kredit sejumlah bank.
Tercatat, hingga semester I lalu, rasio NPL secara industri mencapai 3,11 persen. Secara persentase, angka tersebut menurut Halim belum terlalu mengkhawatirkan.
"Ada sedikit tren membaik dalam beberapa waktu terakhir, tapi kalau kita melihat kedepannya menunjukan bank-bank masih akan hati-hati dalam mengucurkan kredit," jelas Halim.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan permodalan bank yang kuat saat ini masih mampu menanggung risiko apabila seluruh kredit macet tersebut dihapus buku (
write off).
Untuk bank dengan kategori BUKU 4 misalnya, rata-rata rasio kecukupan modalnya yang di atas 21 persen dinilai masih mampu menghapus kredit macet yang rasionya sudah mencapai level 2,6 persen secara
gross.
"Apalagi bank-bank yang sudah ditetapkan sebagai Bank Sistemik. Kalau bank yang sistemik bantalan permodalan besar sekali. Manajemen risikonya sudah menerapkan prinsip prudensial dan sumber pendanaan yang murah. Ini yang membuat bank sistemik bisa bertahan," jelasnya.
Kedepannya LPS optimistis penyaluran volume kredit yang lebih tinggi dapat terjadi di akhir tahun. Dengan demikian nantinya dalam kalkulasi perbankan, volume kredit yang bertambah tersebut bisa mengurangi rasio NPL.
"Ada optimismen karena adanya perubahan dari Bank Indonesia terkait suku bunga dan LTV yang membuat DP properti turun. Mudah-mudahan ini bisa memicu sedikit kredit perbankan," ujarnya.
(gen)