LPS Ramal Likuiditas Bank Kering Jelang Akhir Tahun

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 17 Okt 2016 19:35 WIB
Likuiditas bank dibayangi oleh dampak kenaikan suku bunga AS (The Fed), termasuk rencana pre-funding pemerintah di akhir tahun.
Ilustrasi uang. (REUTERS/Garry Lotulung).
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam kajiannya melansir, industri bank umum akan dibayangi oleh risiko ketatnya likuiditas jelang akhir tahun nanti. Hal ini terjadi sebagai dampak dari kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed).

Tidak cuma itu, rencana Kementerian Keuangan menyerap pembiayaan sebelum tahun pelaksanaan anggaran (pre-funding) di akhir tahun juga berpotensi menguras dana segar di pasar uang dalam jumlah besar. Apalagi potensi risiko obligasi pemerintah dinilai jauh lebih rendah ketimbang obligasi korporat.

Ekonom LPS Doddy Ariefianto mengatakan, potensi crowding out itu sangat bergantung defisit fiskal yang ditoleransi oleh pemerintah, dan realisasi belanja yang digelontorkan tahun ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dana repatriasi dari luar negeri dan tebusan amnesti pajak pastinya akan masuk ke dalam likuiditas domestik. Alokasi dari dana yang masuk sebaiknya sudah mulai direalisasikan untuk menghindari bentrokan dengan pendanaan perbankan. Selain itu, potensi pre-funding pemerintah untuk pendanaan APBN 2017 juga perlu dicermati," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (17/10).

LPS mencatat, likuiditas perbankan mengalami tekanan yang diduga akibat tingginya kebutuhan dana untuk membayar tebusan amnesti pajak. Hal itu tercermin melalui kondisi posisi operasi pasar terbuka (OPT) pada September 2016 yang mencapai Rp145,06 triliun atau turun 40,9 persen secara bulanan (month to month/mtm).

Anjloknya posisi OPT ini didorong oleh penurunan reverse repo SBN sebesar 37,9 persen, serta munculnya transaksi repo SBN senilai Rp 66,65 triliun.

Kendati demikian, Doddy menilai, ketatnya likuiditas di akhir tahun juga merupakan kondisi musiman (seasonal). Kondisi ini masih mampu diredam dengan aliran dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty yang masuk ke kas perbankan dalam negeri.

"Kondisi perbankan yang ketat akhir tahun biasanya karena bank ingin mengejar target kinerja, sehingga biasanya mereka akan menggenjot kreditnya," tutur Doddy.

Kepala Ekonom BCA David Sumual menyarankan, untuk mengatasi keringnya likuiditas ini, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bisa berkoordinasi dengan baik terkait dengan menekan dampak dari penerbitan obligasi pemerintah.

"Selama ini, banyak dipicu masalah kurang koordinasi pemerintah dan BI," ungkapnya.

David juga mengusulkan, perbankan untuk bisa memanfaatkan fasilitas Lending Facility (LF) BI guna menambah likuiditasnya. Per 22 September 2016, BI menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebesar 25 bps dari 5,25 persen menjadi 5,00 persen, sehingga turut menurunkan suku bunga Deposit Facility (DF) menjadi 4,25 persen dan LF menjadi 5,75 persen.

"Kalau sewaktu-waktu di PUAB (Pasar Uang Antar Bank) bunganya tinggi, bisa kesitu ke LF di BI," jelasnya.

Hingga kini, BI tercatat telah melakukan intervensi sekitar Rp75 triliun untuk menambah likuditas yang ada di pasar. Diharapkan, melalui intervensi itu kondisi likuiditas dapat terjaga dengan aman hingga akhir tahun. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER