Jakarta, CNN Indonesia --
Para pengamat yang tergabung dalam Forum Pajak Berkeadilan Indonesia mendorong pemerintah untuk memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari struktur organisasi Kementerian Keuangan. Itu berarti, DJP nantinya akan menjadi badan sendiri.
Direktur Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan mengaku, telah mendesak pemerintah untuk melakukan hal itu sejak tiga tahun yang lalu. Ia yakin bahwa apabila otoritas pajak dipisahkan dari Kemenkeu, dan berada di bawah kendali presiden langsung, maka akan memengaruhi kinerja DJP secara menyeluruh.
"Ini akan berdampak langsung terhadap penerimaan. Karena berbentuk badan yang semi-otonomi atau bahkan otonomi, maka tentu akan memiliki kemampuan secara mandiri soal rekrutmen staf,” ujarnya, dalam acara diskusi di Jakarta Pusat, Jumat (9/12).
Selain itu, menurut Maftuchan, dengan menjadi lembaga semi-otonomi, maka DJP akan mampu melakukan upaya lebih kuat dalam meningkatkan wajib pajak dari sisi jumlah maupun kepatuhan. "Karena secara lembaga dan otoritas makin kuat, serta sumber daya manusia makin memahami," katanya.
Maftuchan berpendapat, dengan lepasnya DJP dari Kemenkeu, maka secara umum tata kelola keuangan negara akan makin membaik. Hal ini lantaran pemerintah dapat memisahkan antara pengelolaan keuangan dengan penerimaan negara.
"Selama ini, Kemenkeu sangat kuat, karena selain otoritas memungut pajak, Kemenkeu juga punya otoritas untuk membagi keuangan, berapa yang didapat kementerian dan lembaga tertentu. Tentu, kalian tahu bagaimana sulitnya kementerian lain untuk meminta tambahan dana," terangnya.
Padahal, lanjutnya, terlalu kuatnya otoritas Kemenkeu terkadang dapat menyebabkan efektifitas belanja atau penganggaran agak sulit untuk diwujudkan. Ia juga mengusulkan, reformasi Pengadilan Pajak.
"Selama ini, pengadilan pajak gelap gulita. Sudah di bawah Kemenkeu, kantornya cuma tiga, hakimnya pun sedikit. Padahal, yang ditangani melimpah, sehingga potensi kongkalikong tinggi," katanya.
Selain melepas DJP dari Kemenkeu, Pengadilan Pajak pun harus satu garis dengan kekuasaan kehakiman agar bisa lebih transparan, otoritatif, serta mampu meminimalisasi penyalahgunaan kewenangan.
"Jika ini semua dilakukan, maka akan berdampak sangat signifikan bagi pemerintahan ke depan. Bukan hanya pemerintahan yang sekarang, karena ini hasilnya tidak dapat dilihat secara langsung, akan memakan waktu yang lama. Pemerintah selanjutnya akan mendapat hasil positif dari perubahan ini,” tutur Maftuhchan.
Sebelumnya, pemerintah berencana memisahkan DJP dari struktur organisasi Kemenkeu dan menjadi lembaga tersendiri. Dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), lembaga baru tersebut ditargetkan mulai beroperasi paling lambat 1 Januari 2017.
Calon beleid tersebut merupakan amandemen kelima dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP, yang terakhir direvisi oleh UU Nomor 16 Tahun 2009. Dalam draft RUU KUP yang baru, rencana pembentukan lembaga perpajakan baru tersebut dibunyikan pada Bab XXIII.
Pasal 24 Ayat 1 RUU KUP tersebut berbunyi, lembaga mulai beroperasi secara efektif paling lambat tanggal 1 Januari 2017.
Namun, pada ayat-ayat berikutnya dijelaskan, sebelum lembaga baru ini beroperasi secara efektif, maka tugas, fungsi, dan wewenangnya masih dilaksanakan sementara oleh DJP Kementerian Keuangan.
Semua itu baru akan beralih ke lembaga perpajakan baru tersebut terhitung mulai 1 Januari 2017, seiring dengan mulai beroperasinya lembaga tersebut.
Tak hanya itu, pada saat yang sama, semua kekayaan negara yang dikelola, diadministrasikan, dan digunakan oleh DJP dialihkan status kepemilikannya kepada lembaga baru, yang sebelumnya sempat disebut-sebut sebagai Badan Penerimaan Negara (BPN) ini.
Peralihan aset tersebut juga dibarengi dengan peralihan dokumen dan status kepegawaian para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang saat ini berada di bawah kelembagaan DJP.
Nantinya, organisasi baru ini akan dipimpin oleh Kepala Lemabga, yang tugas dan fungsinya sama dengan Direktur Jenderal pajak saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(bir)