Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan pemerintah tidak membedakan proses pemeriksaan pajak perusahaan teknologi, Google, dengan wajib pajak lain. Bahkan, jika Google terus mengelak membayar pajak, manajemen Google terancam hukuman penjara karena melakukan tindak pidana perpajakan.
"Nanti terakhir kalau sudah punya tunggakan, dan dia tidak bayar. Maka urusannya sama Kepala Sub Bidang Penangkapan nanti. Ya bisa dimasukkan ke penjara juga, sama. Jadi perlakuannya sama karena sama-sama subjek pajak dalam negeri," tutur Ken di kantornya, Rabu (21/12).
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkeras menetapkan Google melalui anak usahanya di Singapura, Google Asia Pasific Pte. Ltd. (GAP), sebagai Badan Usaha Tetap (BUT). Pasalnya, Google diyakini memperoleh penghasilan dari Indonesia, terutama dalam bentuk pendapatan iklan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pihak Google menolak ditetapkan sebagai BUT karena tidak beroperasi di Indonesia. Selain itu, transaksi bisnis juga tidak dilakukan di Indonesia tetapi secara daring (online).
Sesuai Pasal 2 ayat (5) Undang-undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh), BUT atau Permanent Establishment (PE) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia.
Ken mengungkapkan, hingga kini proses penagihan pajak ke Google masih terus dilakukan. Setelah proses negosiasi menemui jalan buntu, status Google kembali ditetapkan dalam pemeriksaan bukti permulaan karena data yang diserahkan Google berbeda dengan data yang dimiliki DJP.
Kendati demikian, Ken tidak bisa menyebutkan kapan upaya mengejar pajak dari Google ini berakhir.
"Kalau mengenai kapan persis selesainya ya ini sedang dalam proses. Mudah-mudahan sebelum akhir tahun dia mau bayar ya," tukasnya.
(gen)