Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan sulitnya negosiasi memungut pajak Google, mesin pencari raksasa. Ia menilai kesulitan ini tak cuma dialami oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) di Indonesia, tetapi juga oleh otoritas pajak di negara-negara lain.
"Google dan Youtube sudah berjalan lama dan tidak diapa-apakan oleh negara lain. Semua terlambat mengantisipasi itu," ungkap Darmin di kantornya, Rabu (21/12).
Menurutnya, belum adanya standar baku yang jelas dalam memperlakukan, menghitung, hingga memungut pajak dari anak usaha Google Asia Pasific Pte Ltd (GAP) ini membuat banyak negara gagal mengantongi pajak yang menjadi kewajiban Google.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena belum ada standar baku, jadi harus negosiasi sehingga belum tentu sekali duduk selesai. Negosiasi itu ditentukan oleh banyak peminatnya. Kalau banyak,
income (pemasukan) tinggi, posisi tawar jadi naik," terangnya.
Darmin mengaku, sangat memaklumi kesulitan yang harus dilalui DJP Kemenkeu dalam bernegosiasi dengan Google Indonesia. Kendati demikian, bukan berarti Google lepas dari kejaran otoritas pajak nasional.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara yang juga terus memantau perkembangan negosiasi antara pemerintah dengan Google Indonesia justru tak ingin mengumbar cerita perihal sampai mana proses negosiasi tersebut.
"Kominfo terlibat, tapi pimpinannya di Direktorat Jenderal Pajak. Kalau saya tahu pun, tidak akan kasih tahu. Saya menghormati Kementerian Keuangan. Sekarang kan masih proses negosiasi," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Rudiantara hanya menyebutkan bahwa proses negosiasi telah dilakukan. Meskipun Google Indonesia bersikeras tak ingin membayar pajak, Rudiantara sebagai pemegang komando di Kominfo tetap akan menyerahkan semua urusan sengketa perpajakan tersebut kepada Kemenkeu.
Rudiantara berharap, Google Indonesia lebih terbuka dan transparan dengan pembukuan penjualannya di Indonesia, sehingga dapat segera ditarik pajak oleh pemerintah.
Begitu urusan perpajakan dengan Google Indonesia selesai dan terbentuk satu standar pemungutan pajak yang baru, hasilnya akan dijadikan rujukan untuk dimasukkan ke dalam Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang layanan
Over The Top (OTT).
"Surat edarannya sudah dikeluarkan, tinggal menunggu penyelesaian ini saja," tutur Rudiantara.
Untuk diketahui, RPM OTT sudah dikeluarkan sejak Mei 2016 lalu. RPM OTT berisikan isu kesetaraan (level) terhadap pelaku usaha telekomunikasi yang lain, persamaan perlakuan terhadap konsumen, dan ketaatan terhadap regulasi yang ada.
Sementara OTT adalah para pelaku usaha yang mengisi jaringan data milik operator. Adapun pengaturan soal OTT ini dianggap penting, karena selama ini para operator dianggap tak mengeluarkan investasi besar, namun mengeruk keuntungan di atas jaringan milik operator, seperti halnya Google Indonesia.
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Kemenkeu Muhammad Haniv bilang, proses negosasi pajak antara pemerintah dengan Google Indonesia sudah berakhir. Google tidak terbuka dalam menyampaikan data keuangan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan Google.
Google hanya melaporkan jumlah pendapatan usaha yang berasal dari Indonesia pada tahun lalu sebesar Rp3 triliun. Padahal, data DJP menyebutkan, jumlah pendapatan Google Indonesia sebesar Rp6 triliun atau dua kali lipat dari yang diakuinya.
Sedangkan untuk besaran pajak, DJP menghitung bahwa potensi pajak Google Indonesia bisa mencapai Rp450 miliar dengan asumsi margin keuntungan yang diperoleh Google sebesar Rp1,6 triliun hingga Rp1,7 triliun, dengan penghasilan sekitar Rp5 triliun per tahun.
(bir/gen)