KALEIDOSKOP 2016

Bisnis Asuransi Sepi Ditinggal Masyarakat Tanpa Daya Beli

CNN Indonesia
Jumat, 30 Des 2016 13:28 WIB
Bisnis asuransi berbanding lurus dengan pertumbuhan sektor riil, seperti properti, kendaraan bermotor, proyek infrastruktur.
Bisnis asuransi berbanding lurus dengan pertumbuhan sektor riil, seperti properti, kendaraan bermotor, proyek infrastruktur. (ANTARARFOTO/Yulius Satria Wijaya)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pepatah yang mengatakan 'untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak' dapat menterjemahkan kinerja bisnis asuransi sepanjang tahun. Ekonomi global dan domestik menjadi biang kerok lesunya daya beli masyarakat dan dunia usaha yang berpengaruh langsung pada bisnis perlindungan tersebut.

Harap maklum, bisnis asuransi berbanding lurus dengan pertumbuhan sektor riil, seperti properti, kendaraan bermotor, proyek-proyek infrastruktur, pengiriman barang, kredit bank, hingga biro perjalanan, dan lain sebagainya.

Karenanya, jangan heran apabila bisnis asuransi kurang darah. Toh, sektor riilnya pun lemah. Misalnya, pertumbuhan premi asuransi kendaraan bermotor bergantung dari penjualan otomotif, sedangkan pertumbuhan premi asuransi properti mengandalkan penjualan properti, baik rumah tapak maupun bangunan vertikal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Yasril Y Rasyid menyebut, pelaku usaha pesimis industri asuransi umum mampu merealisasikan target pertumbuhan premi 15 persen hingga 20 persen sampai akhir tahun. Salah satunya, realisasi pertumbuhan ekonomi nasional lebih rendah dari asumsi.

"Tadinya, kami pikir program pemerintah menggiatkan infrastruktur akan berjalan kencang. Ternyata, lebih rendah. Ekonomi kita juga tumbuh lebih rendah dibanding asumsinya. Daya belinya turut rendah," ujarnya.

Sebagai gambaran, sampai separuh pertama tahun ini, pertumbuhan premi industri asuransi umum hanya sebesar 8,2 persen menjadi Rp30,38 triliun. Kemudian, pada kuartal III tahun ini, premi meningkat 8,7 persen menjadi Rp46,1 triliun.

Melihat kondisi tersebut, Kepala Bidang Departemen Komunikasi dan Statistik AAUI Dadang Sukresna memproyeksi, pertumbuhan premi asuransi umum pada kuartal terakhir ini bakal berkisar 9 persen.
Produk Asuransi Ditinggal Masyarakat Tanpa Daya BeliKepala Bidang Departemen Komunikasi dan Statistik AAUI Dadang Sukresna. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari).


Adapun, lini bisnis properti dan kendaraan bermotor masih akan menjadi penyumbang premi terbesar. Kendati demikian, dari sisi pertumbuhan, kedua lini tersebut malah tercatat tumbuh paling rendah. Bahkan, premi kendaraan bermotor turun 5,4 persen.

Ironisnya, kontribusi premi asuransi kendaraan bermotor terus menurun dalam dua tahun terakhir. Lini bisnis ini sempat menjadi pemimpin pasar dengan sumbangsih 30,3 persen pada kuartal III 2014, 29 persen pada kuartal III 2015.

Bahkan, lini bisnis asuransi yang terkait dengan kemaritiman, yang menjadi prioritas pemerintah Presiden Joko Widodo, juga tak membuahkan hasil yang menggembirakan. Asuransi rangka kapal, misalnya, cuma tumbuh 5,8 persen. Sementara, premi asuransi pengangkutan kapal turun 4,9 persen.

Direktur Utama PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance) Indra Baruna menuturkan, penurunan penjualan otomotif ikut memengaruhi bisnis asuransi. Padahal, porsi bisnis asuransi kendaraan bermotor anak usaha PT Bank Danamon Indonesia Tbk tersebut mencapai 55 persen dari total preminya.

Produk Asuransi Ditinggal Masyarakat Tanpa Daya BeliPenurunan penjualan otomotif ikut memengaruhi bisnis asuransi tahun ini. (CNN Indonesia/Andry Novelino)


"Premi asuransi kebakaran atau properti masih tumbuh 3 persen. Asuransi perjalanan juga naik. Namun, premi asuransi kendaraan bermotor turunnya lumayan berat, sehingga secara keseluruhan, premi kami pada kuartal III tahun ini tumbuh 2 persen," kata Indra.

Kinerja Kinclong Asuransi Jiwa

Pada kuartal pertama tahun ini, perolehan premi industri asuransi jiwa memang tak ada bedanya dengan asuransi umum. Industri ini cuma menorehkan pertumbuhan premi 9,2 persen dari Rp44,80 triliun pada kuartal pertama tahun lalu menjadi sebesar Rp48,94 triliun pada periode yang sama.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Hendrisman Rahim merinci, pendapatan premi bisnis baru tumbuh tipis 2,2 persen. Sementara, premi lanjutan meningkat 7,3 persen. Lalu, pada kuartal II, pertumbuhan premi menyentuh double digit, yakni 10 persen.

Selanjutnya, pada kuartal ketiga, pendapatan premi asuransi jiwa mencapai Rp116,06 triliun atau naik 15,1 persen. Itu berarti, pertumbuhan bisnis asuransi jiwa melampaui pertumbuhan bisnis asuransi umum. Pertumbuhan bisnis ini terjadi di tengah ekonomi domestik dan global yang suam-suam kuku.

Hendrisman mengungkapkan, kanal distribusi bancassurance berkontribusi paling ciamik dengan pertumbuhan premi 32 persen. Menurutnya, peningkatan premi dari distribusi bancassurance menunjukkan semakin kuatnya kerja sama yang dilakukan oleh bank dengan perusahaan asuransi jiwa.

Produk Asuransi Ditinggal Masyarakat Tanpa Daya BeliKetua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Hendrisman Rahim. (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta)
Meski mampu mencetak pertumbuhan premi di atas industri asuransi umum, sebetulnya, target pertumbuhan premi sebesar 20 persen yang dipatok pelaku usaha semakin sulit tercapai. Paling mungkin, pertumbuhannya sampai akhir tahun nanti hanya menyentuh sekitar 14-15 persen.

Industri asuransi jiwa, kata Hendrisman, sulit mencapai pertumbuhan 20 persen karena penetrasi pasar asuransi di Indonesia masih rendah. Pemasaran produk masih banyak mengandalkan nasabah existing (yang sudah ada), yang memiliki batas maksimal dalam membeli asuransi.

"Jadi, kalau mengulang kepada pemegang polis yang ada untuk beli lagi, beli lagi, itu juga ada batasnya. Makanya, agak sulit untuk mencapai 20 persen," imbuhnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER