Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) menilai pelaksanaan amnesti pajak hingga akhir periode II pada bulan ini masih belum optimal. Meskipun mampu mengungkap harta tambahan lebih dari Rp4 ribu triliun dan uang tebusan yang menembus Rp100 triliun, pemerintah belum bisa memenuhi target utama dari penyelenggaraan program itu.
"
Tax amnesty tidak hanya meningkatkan penerimaan tetapi ada tujuan paling utama pelaksanaan program ini, seperti repatriasi, memperluas basis pajak, dan memperbaiki administrasi perpajakan. Ketiganya belum optimal karena belum menunjukkan hasil maksimal," tutur peneliti Indef Imaduddin Abdullah di kantornya, Kamis (29/12).
Imaddudin menjelaskan, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, jumlah wajib pajak (WP) yang mengikuti
tax amnesty baru sebanyak 562.743 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara kasar, Imaddudin mengasumsikan 500 ribu WP diantaranya berasal dari WP Orang Pribadi (OP) yang baru terdaftar. Artinya, kontribusi tambahan WP
tax amnesty cuma 1,81 persen dari total 27,63 juta WP OP terdaftar, atau 2,9 persen dari 17,2 juta WP OP yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT).
Karenanya kecilnya kontribusi tersebut, penerimaan pajak tahun depan yang diharapkan bisa lebih besar diyakininya tidak akan tercapai.
"Dengan hasil basis data yang belum maksimal ini, akan membuat target penerimaan pajak di 2017 ikut terkoreksi. Karena
tax amnesty, yang merupakan reformasi pajak, belum berhasil," tegasnya.
Selain itu, Imaddudin juga mengingatkan, dampak positif
tax amnesty di negara lain hanya jangka pendek jika minus reformasi pajak dan perbaikan administrasi pajak.
"Inilah tantangan pemerintah ke depan terkait
tax amnesty, karena berdasarkan
Ease of Doing Business (EoDB), Indonesia berada di peringkat 104 untuk kemudahan membayar pajak," ujarnya.
Tantangan lainnya, pemerintah juga harus menguatkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang sesuai dengan konteks dan tantangan yang dihadapi melalui revisi paket Undang-undang (UU) di bidang perpajakan, antara lain UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Kemudian, tantangan lainnya, pemerintah perlu mewujudkan integrasi data kependudukan dengan basis pajak melalui
single identify atau e-KTP," kata Imaduddin.
(gen)