Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai komitmen dana repatriasi amnesti pajak sebesar Rp141 triliun bisa menjadi sentimen positif bagi pencetakan aktivitas penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO).
"Saya percaya, dengan tax amnesty ini, apabila di follow up dengan sistematis, akan banyak emiten baru yang masuk pasar modal," ujarnya, Jumat (30/12).
Darmin menjelaskan, aliran dana repatriasi yang masuk ke Indonesia melalui 21 bank getaway akan diteruskan ke sejumlah instrumen investasi yang telah disiapkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di pasar modal, terdapat sejumlah instrumen investasi yang dapat dipilih untuk membiakkan dana repatriasi. Antara lain saham, obligasi, Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), Dana Investasi Real Estate (DIRE), dan lainnya.
Hal ini menandakan, para perusahaan yang belum terbuka memiliki potensi ketersediaan modal dari dana repatriasi yang akan diinvestasikan tersebut.
"Dengan tax amnesty mestinya selesai persoalan itu. Berarti, terbuka kesempatan untuk bursa efek, untuk pasar modal, untuk mengundang perusahaan yang belum terbuka," imbuh Darmin.
Selain itu, Darmin menepis anggapan bahwa dana repatriasi tax amnesty akan seret karena kekhawatiran akan nilai tukar atau kurs mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat dibanding mata uang negara lain, termasuk rupiah.
Pasalnya, dolar AS kian menguat pasca Donald Trump memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) ke-45 dan pengumuman Bank Sentral AS (The Federal Reserve) yang menaikkan suku bungan acuan (The Fed Fund Rate/FFR).
"Orang pasar modal selalu jiper akan fenomena Trump. Sebetulnya, tidak perlu risau karna mereka tak akan mendorong pelemahan ekonomi yang terlalu jauh," tegasnya.
Selain tax amnesty, peluang bertumbuhnya jumlah perusahaan yang melakukan IPO di tahun depan juga didukung dengan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. UU tersebut berisi bahwa perusahaan dengan aset tertentu dan mengelola dana masyarakat wajib melaporkan kinerja keuangannnya dengan menjadi perusahaan terbuka.
Darmin juga menyerukan kepada BEI untuk lebih giat memanfaatkan teknologi dalam membentuk sistem yang lebih mudah untuk pendaftaran perusahaan yang akan melakukan IPO. Tidak ketinggalan, jaring BEI untuk merangkul perusahaan besar di daerah juga harus diperluas sebarannya sehingga banyak perusahaan daerah yang melakukan IPO.
Serbu Perusahaan BUMN
Dalam bidikannya, agar jumlah perusahaan yang melakukan IPO bertambah di tahun depan, BEI perlu menjaring para perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan keluarga yang ada di Indonesia.
"Perusahaan BUMN juga akan kami sarankan dan perusahaan kita yang banyak itu, perusahaan keluarga, sayang kalau mereka masih tertutup," tandasnya.
Jumlah perusahaan BUMN yang tak sedikit dan perusahaan keluarga yang membludak di Indonesia, menurut Darmin, sasaran pertama yang harus dibidik BEI. Ia menilai, perusahaan keluarga cenderung tak ingin melakukan IPO karena dibayang-bayangi oleh kewajiban pajak yang besar kepada negara.
Padahal, sejak tax amnesty berlaku, Darmin menilai seharusnya tak ada lagi alasan untuk perusahaan keluarga tak ingin membayar pajak dan menutup kinerjanya. "IPO kita bukan bicara idealnya berapa tapi paling tidak naik dong setiap tahunnya. Ini malah turun. Setelah tax amnesty mestinya masalah itu hilang, karena dia tidak perlu ragu-ragu," tutupnya.
(bir)