Jakarta, CNN Indonesia -- Harga batu bara yang melejit pada tahun lalu berhasil membawa indeks saham sektor pertambangan menduduki peringkat pertama yang mengalami kenaikan sejak awal hingga akhir tahun 2016. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat kenaikan saham sektor pertambangan sejak awal tahun mencapai 70,73 persen.
Puncaknya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melansir harga batu bara acuan (HBA) pada Desember 2016 sebesar US$101,69 per metrik ton.
Angka tersebut merupakan level tertinggi sejak Mei 2012 yang dipatok pada angka US$102,12 per metrik ton. Sementara, jika dibandingkan dengan bulan lalu, HBA Desember naik 19,79 persen dari sebelumnya US$84,89 per metrik ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sebenarnya, HBA yang ditetapkan oleh ESDM sejak awal tahun 2016 hingga Juni 2016 masih tidak menentu atau bergerak fluktuatif. Misalnya saja pada Januari, HBA ditetapkan sebesar US$53,2 per metrik ton. Kemudian, ESDM menurunkan HBA pada bulan Februari menjadi US$50,92 per metrik ton.
Lalu, HBA per Maret dinaikkan kembali menjadi US$51,62 per metrik ton, April US$52,32 per metrik ton, dan ESDM menurunkan kembali HBA pada Mei menjadi US$51,2 per metrik ton. Selanjutnya, ESDM menetapkan HBA pada Juni sebesar US$51,81 per metrik ton.
Sementara, harga batu bara bulan Juli naik menjadi US$53 per metrik ton dan tak pernah turun lagi hingga akhir tahun 2016. Lihat saja, HBA Agustus sebesar US$58,37 per metrik ton, September sebesar US$63,93 per metrik ton, Oktober US$69,07 per metrik ton, November US$ 84,89 per metrik ton, dan Desember menembus US$100 per metrik ton.
Menurut Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan, lonjakan harga batu bara ini membangkitkan optimisme pelaku pasar terhadap kinerja emiten tambang khususnya batu bara melemah atau stagnan beberapa tahun belakangan ini.
Maklum saja, harga batu bara pernah menyentuh harga tertingginya pada 2011 silam sebesar US$144 per metrik ton. Setelah itu, secara perlahan harga batu bara mulai melemah hingga menyentuh US$53 per metrik ton pada awal tahun 2016.
“Ini kan berarti naiknya hampir 100 persen, pasar jadinya yakin pada emiten batu bara karena kan pada tahun 2014 hingga 2015 batu bara tertekan sekali. Nah, sekarang mulai ada pembalikan arah, makanya pasar optimistis jadi banyak yang melakukan aksi beli pada emiten batu bara,” ujar Alfred saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (31/12).
Dengan situasi ini, harga batu bara dinilai cukup kuat untuk berada di level US$80-US$100 per metrik ton. Artinya, harga batu bara diramalkan tak akan berada dibawah US$80 per metric ton sepanjang tahun 2017.
Ia menilai, beberapa kontrak penjualan batu bara yang biasanya diperbaharui pada awal tahun akan mengikuti harga kisaran tersebut dan otomatis berpengaruh pada kinerja keuangan pada 2017.
“Artinya, pada 2017 laporan keuangan emiten batu bara akan naik signifikan sekali, harga batu bara kuat sekali,” imbuh Alfred.
Return Menggiurkan
Dengan kembalinya kepercayaan pelaku pasar terhadap emiten batu bara, otomatis harga saham batu bara terus menanjak karena ramainya aksi beli. Berdasarkan data yang dihimpun CNNIndonesia.com, return dari lima emiten batu bara terbesar berhasil menembus 150 persen sejak awal tahun.
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mencatat imbal hasil (return) tertinggi dibandingkan empat emiten batu bara lainnya, di mana return mencapai 455,99 persen.
Harga saham Bumi Resources pada awal tahun 2016 memang paling rendah jika dibandingkan dengan yang lainnya yakni, Rp50 per lembar atau menjadi saham tidur hingga 9 Juni 2016. Kemudian, harga saham Bumi Resources mulai bangkit pada 10 Juni ke level Rp67 per lembar dan ditutup di level Rp278 per lembar pada 30 Desember 2016.
Saham Bumi Resources memang terus mengalami penguatan sejak bangkit dari tidur lamanya. Harga tertinggi yang pernah dicapai oleh Bumi Resources terjadi pada 10 November 2016 ke level Rp318 per lembar imbas disetujunya permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) perusahaan oleh mayoritas kreditor dengan total utang yang mencapai Rp135,78 triliun.
Sementara, emiten lainnya PT Adaro Energy Tbk (ADRO) memberikan return sebesar 243,11 persen. Harga saham Adaro berada di level Rp494 per lembar pada 4 Januari 2016, kemudian harga saham melonjak hingga ditutup di level Rp1.695 per lembar pada akhir tahun 2016.
Kemudian, return PT Harum Energy Tbk (HRUM) tercatat 214,7 persen sepanjang tahun 2016, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) sebesar 194,75 persen, dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebesar 188,35 persen. Dengan demikian, ini menandakan adanya lonjakan harga saham yang begitu tinggi antara harga awal tahun 2016 dan akhir tahun 2016.
Meramal Panas Bara Saham Batu Bara Alfred menilai saham emiten batu bara masih akan membawa keuntungan sepanjang 2017 karena harga batu bara yang stabil di level US$80-US$100 per metrik ton.
Menurutnya, ada empat emiten batu bara yang dapat menjadi pilihan pelaku pasar untuk melakukan perdagangan jangka menengah dan jangka panjang. Empat emiten tersebut diantaranya, Adaro Energy, Bukit Asam, Harum Energy, dan Indo Tambangraya.
Namun, harga valuasi saham Adaro Energy yang masih rendah dibanding ketiga emiten lainnya membuat Alfred menilai Adaro Energy bisa menjadi pilihan utama pelaku pasar dalam berinvestasi sepanjang 2017.
Tak hanya itu, efisiensi yang telah dilakukan manajemen Adaro Energy sepanjang 2014 dan 2015 juga dinilai akan mendorong keuangan perusahaan lebih baik lagi tahun ini.
“Jadi saya yakin sekali dengan Adaro Energy ini,” imbuh Alfred.
Terlebih lagi, kinerja Adaro Energy hingga kuartal III 2016 kemarin berhasil mengalami kenaikan laba bersih 16,16 persen menjadi US$209,1 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$180 juta. Namun, pendapatan perusahaan turun 15,8 persen dari US$2,11 miliar menjadi US$1,77 miliar.
Setali tiga uang dengan Alfred, Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang juga menilai saham Adaro Energy cukup menggiurkan pada 2017 ini. Proyek pembangkit listrik yang tengah dikerjakan menjadi salah satu daya tarik untuk pelaku pasar menanamkan investasinya di Adaro Energy.
“Kemudian, Harum Energy dan Indo Tambangraya juga menarik karena tak memiliki beban utang,” kata Edwin.