Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai realisasi belanja pemerintah sepanjang tahun lalu tidak cukup mampu menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Ia bilang, kinerja pemerintah mewujudkan program yang tertuang lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 masih minim, terutama pada paruh kedua 2016.
Sri Mulyani mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi nasional di sepanjang tahun lalu masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga. "Konsumsi pemerintah sangat
flat (datar). Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi pada kuartal III dan IV, karena kami sempat melakukan penyesuaian," ujarnya, Selasa (3/1).
Hal itu disampaikannya mengingat penyesuaian APBNP 2016 yang dilakukannya ketika ia kembali ke kursi menteri keuangan, jabatan yang pernah ditinggalkannya sewaktu menduduki kursi direktur pelaksana Bank Dunia. Saat itu, ia memangkas anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L) hingga Rp133 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah tersebut diambil guna meredam pelebaran defisit menyusul tidak tercapainya target penerimaan perpajakan. "Ini dilakukan karena pada saat itu APBN mengalami tekanan besar, sehingga sustainability (ketahanan) agak goyang," imbuh Sri Mulyani.
Sebagai gambaran, Kementerian Keuangan mencatat realisasi sementara (unaudited) belanja negara Rp1.855,5 triliun. Dengan rincian, yakni belanja pemerintah pusat Rp1.148,6 triliun dan transfer daerah, serta dana desa sebesar Rp710,9 triliun.
Realisasi belanja negara ini lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp2.082,9 triliun atau mencapai 91 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sri Mulyani mengatakan, dari sisi
agregat demand, ekonomi nasional masih terpukul sejak 2015 lalu, terutama di sektor ekspor dan impor. Padahal, belanja pemerintah merupakan variabel penting dalam indikator ekonomi Indonesia, di samping konsumsi rumah tangga dan investasi swasta.
Dua variabel tersebut di atas diharapkan meningkat dan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang bisa diandalkan. Diperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan tembus 5 persen.
"Untuk investasi, masih 4,7 persen, yang kami harapkan lebih baik lagi. Kami koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk meliht credit growth (pertumbuhan kredit) dan capital market (pasar modal), serta BKPM dari sisi penanaman modal, baik domestik maupun asing. Sehingga, Indonesia tidak bergantung pada variabel belanja pemerintah," pungkasnya.
(bir)