Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengisyaratkan telah menentukan besaran bagi hasil produksi dasar dalam skema bagi hasil produksi (
Production Sharing Contract/PSC)
Gross Split yang mengganti skema sebelumnya, yaitu PSC
Cost Recovery. Besaran bagi hasil akan tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM yang diharapkan terbit bulan ini juga.
Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengungkapkan, rencananya, besaran based split untuk produksi minyak yang diterima pemerintah sebanyak 57 persen sesudah pajak. Sementara sisanya, 43 persen dikantongi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Adapun, untuk produksi gas,
based split bagi pemerintah sesudah pajak dipatok sebesar 52 persen. Sedangkan, 48 persen sisanya menjadi hak KKKS. "Negara turun bagiannya, karena dulu kan biaya ditanggung kontraktor dan dikembalikan dalam
cost recovery. Nilai saat ini kan 85 persen untuk pemerintah, dan 15 persen KKKS," tutur Djoko ditemui di Kementerian ESDM, Senin (16/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia mengatakan,
based split ini bukanlah
split final. Pasalnya,
split dasar itu masih akan ditambah
split sebagai insentif yang berkaitan dengan keekonomian lapangan (
variable split). Besaran
variable split yang paling besar rencananya ditentukan dari jenis dan juga kedalaman lapangan migas.
Apabila lapangan yang digarap adalah lapangan non-konvensional, maka KKKS akan memperoleh insentif berupa tambahan split sebesar 16 persen. Besaran yang sama juga akan berlaku jika KKKS menggarap lapangan yang memiliki kedalaman hingga 1.000 meter di bawah permukaan laut.
"Kami akan melihat risikonya. Semakin tinggi risikonya, tentu
split-nya semakin besar," terang dia.
Selain kedua split itu, pemerintah juga akan menambah
split yang berkaitan dengan kondisi eksternal
(progressive split), yang utamanya dipengaruhi pergerakan harga minyak dunia. Maka dari itu, pemberlakuan
progressive split ini rencananya akan dipantau setiap bulannya.
Meski ada kemungkinan split tambahan ini berubah tiap bulannya, Djoko menjamin, hal ini tak akan mengganggu asumsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Migas di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Justru dengan split yang dinamis per bulan, ia meyakini, penerimaan negara masih bisa terjaga.
"Justru dengan pengenaan split yang berdasarkan harga minyak, PNBP migas bisa terjaga. Kalau tidak diatur seperti ini, maka penerimaan negara juga turun ketika harga minyak turun. Sama seperti apa yang terjadi di tahun lalu," imbuhnya.
Aturan mengenai
gross split ini akan segera terbit pekan ini, disamping karena alasan mengejar penandatanganan perpanjangan PSC blok Offshore North West Java (ONWJ) yang kontrak lamanya berakhir 17 Januari 2017.
"ONWJ besok kan kontraknya habis, berarti tanggal 18 harus kontrak baru. Tentu saja, kontrak itu menggunakan sistem
gross split," katanya.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM akan mengganti sistem PSC dari
cost recovery menjadi
gross split dalam waktu dekat. Gross split sendiri adalah skema bagi hasil produksi migas, di mana split antara pemerintah dan KKKS dilakukan tepat setelah produksi migas bruto dihasilkan.
Sistem ini berbeda dengan PSC
cost recovery, di mana split antara pemerintah dan KKKS akan dilakukan setelah produksi bruto dikurangi produksi tertentu dari sebuah blok migas (
First Tranche Petroleum/FTP) dan pemulihan biaya produksi migas yang dikeluarkan KKKS (cost recovery).