Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak. Jawaban tersebut keluar dari Chevron Indonesia Business Unit atas tuntutan Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI), yang meminta manajemen perusahaan asal Amerika Serikat (AS) membayar kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada seluruh pekerja panas bumi Gunung Salak dan Darajat, pasca proses divestasi aset panas bumi perusahaan ke konsorsium Star Energy selesai.
Yanto Sianipar, Senior Vice President Policy, Government, and Public Affairs PT Chevron Pacific Indonesia justru mengaku heran dengan munculnya tuntutan SPNCI yang mewakili para pekerja Chevron Geothermal Salak Ltd (CGS) dan Chevron Geothermal Indonesia Ltd (CGI) tersebut.
“Dalam proses divestasi ini, kami kan tidak melakukan PHK. Jadi memang tidak ada kompensasi yang wajib dibayarkan, karena mereka lanjut bekerja untuk Star Energy sampai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) selesai di Juni 2018,” kata Yanto saat berkunjung ke kantor redaksi CNNIndonesia.com, Senin (16/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yanto, sejak proses tender Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Salak dan Darajat dimulai pada pertengahan tahun lalu, manajemen telah melakukan komunikasi dengan seluruh pekerja panas bumi perusahaan. Termasuk memberikan pemahaman mengenai divestasi, serta memberikan pemahaman bahwa dalam proses tersebut tidak akan terjadi PHK dan pengurangan hak-hak karyawan.
“Meskipun beralih ke Star Energy, PKB itu tidak berubah sampai masanya berakhir. Bahkan kalau sudah berakhir dan pekerja tidak mau ada perubahan, maka PKB yang lama tetap berlaku dan hal itu sudah kami sampaikan ke Kementerian Ketenagakerjaan,” kata Yanto.
Sebelumnya, pada 28 Desember 2016 melalui proses mediasi tripartit yang digelar pemerintah, Kementerian Ketenagakerjaan meminta SPNCI dan manajemen Chevron untuk mengikuti tujuh anjuran berikut:
1. Manajemen CGS dan CGI tetap meneruskan hubungan kerja kepada seluruh pekerja apabila terjadi divestasi.
2. Seluruh pekerja tetap terus bekerja pada CGS dan CGI apabila terjadi divestasi.
3. CGS dan CGI tidak mengurangi hak pekerja yang selama ini diberikan sampai berakhirnya PKB pada Juni 2018.
4. Seluruh pekerja harus menerima hak yang selama ini diberikan CGS dan CGI sampai berakhirnya PKB.
5. CGS dan CGI diminta membayar kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada seluruh pekerja dengan mengacu pada tabel besar PKB 2016‐2018 dengan masa kerja kembali dari awal yaitu 0 tahun, sebelum proses divestasi
berlangsung.
6. Seluruh pekerja menerima pembayaran kompensasi PHK dari CGS dan CGI mengacu pada tabel besar PKB 2016‐2018.
7. Kedua pihak wajib memberikan jawaban atas anjuran tersebut paling lambat 10 hari setelah menerima surat anjuran itu.
Jika salah satu pihak menolak memenuhi anjuran, maka pihak yang lain berhak melaporkan permasalahan sengketa pekerja dan perusahaan itu kepada Pengadilan Hubungan Industrial untuk diselesaikan secara hukum.
Pihak SPNCI sendiri pada 3 Januari 2016 telah menyanggupi untuk mengikuti anjuran tersebut.
“SPNCI telah mengirimkan jawaban resmi pada 3 Januari 2016. Secara umum SPNCI setuju dan menerima anjuran yang dikeluarkan oleh Kemenaker sehubungan dengan proses mediasi yang telah dilakukan,” kata Ketua Umum SPNCI Indra Kurniawan, Jumat (6/1) lalu.
Atas dasar itu, SPNCI meminta manajemen Chevron untuk mentaati anjuran Kemenaker yang pada intinya mewajibkan perusahaan untuk membayarkan hak para pekerja sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah dibuat sebelumnya.
Jika pihak Chevron setuju dengan anjuran tersebut, Kemenaker menurutnya juga akan memfasilitasi dibuatnya Perjanjian Bersama menyangkut hal‐hal yang tercakup dalam anjuran tersebut.
“Namun SPNCI tetap siap apabila Chevron melakukan gugatan atas anjuran Kemenaker di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). SPNCI menganggap Surat anjuran merupakan bekal yang cukup kuat untuk proses pengadilan nanti,” tegasnya.