Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta penjelasan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terkait keputusan pemerintah memutuskan kerja sama dengan JP Morgan Chase Bank NA sebagai salah satu dealer utama agen penjual Surat Utang Negara (SUN).
"Bu Menteri [Sri Mulyani] mungkin bisa jelaskan soal JP Morgan yang ibu pecat? Kami hanya mengingatkan, JP Morgan bukan baru pertama. Tahun 2005 pernah berbuat hal yang sama saat
rights issue BNI, yang dia memegang
share sebagai
underwriter, kemudian dia jual duluan," tutur Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng dalam Rapat Kerja dengan Menkeu di Gedung DPR, Rabu (18/1).
Menanggapi hal itu, Sri Mulyani menjelaskan pemerintah secara reguler menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dari dalam maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam rangka penerbitan obligasi negara itu pemerintah menggandeng lembaga keuangan domestik maupun internasional, salah satunya sebagai agen penjual.
Dari kerjasama itu, pemerintah berharap bisa mendapatkan tawaran terbaik, baik dari sisi harga, imbal hasil, maupun maturitas. Dengan demikian, profil utang negara bisa mengecil dan waktu jatuh tempo bisa lebih panjang.
"Kerja sama juga diharapkan dapat menciptakan
confident [kepercayaan] kepada pembeli surat utang kita, supaya bisa mengakses risiko secara cermat dan tidak perlu ada tambahan biaya karena persepsi risiko yang muncul," kata Sri Mulyani.
Kepercayaan pasar muncul jika pemerintah dan mitranya memiliki kredibilitas. Dalam hal ini, pemerintah mampu menjalankan APBN yang kredibel, melakukan manajemen penerimaan, serta memiliki komitmen untuk menjaga defisit.
Selain itu, situasi ekonomi di dunia juga dilihat berdasarkan dua faktor, yakni faktor fundamental dan psikologi atau persepsi.
Dari sisi fundamental ekonomi, pemerintah harus selalu memperbaiki kredibilitas dengan menerima masukan atau riset yang kredibel dari berbagai pihak manapun, termasuk JP Morgan.
Dari sisi persepsi, Pemerintah dan mitra juga harus bekerjasama menjaga persepsi agar investor mendapatkan informasi yang benar terkait seberapa besar risiko yang bisa diterima pembeli surat utang Indonesia.
"Berbagai asesmen atau penilaian dan komunikasi mereka (JP Morgan) ke klien harus mencerminkan itu," ujarnya.
Namun kata Sri Mulyani, faktor psikologi atau persepsi terkadang sifatnya subjektif dan membawa kepentingan tertentu. Misalnya, pernyataan institusi terutama yang memiliki kewenangan sangat besar, dalam hal ini JP Morgan, menjadi sangat penting.
Lebih lanjut, Sri Mulyani sudah meminta Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu untuk terus menerus melakukan kajian terhadap seluruh mitra atau dealer utama SUN Indonesia agar mereka memiliki prinsip yang sama dengan pemerintah.
"Prinsip pemerintah adalah kalau mengelola keuangan harus ada profesionalisme, akuntabilitas, kredibilitas dan jauh dari konflik kepentingan. Artinya tidak melakukan suatu tindakan di satu sisi mendapatkan bisnis dari pemerintah, tapi di sisi lain melakukan tindakan yang berbeda dengan kepentingan pemerintah," ujarnya.
Karenanya, Sri Mulyani telah merevisi aturan dealer utama yang menegaskan kepada para mitra agar kerja sama dengan pemerintah yang dilihat rekam jejak, kredibilitas, reputasi, dan network mereka miliki.
"Karena kita tidak memilih hanya mereka yang mau menyenangkan kita, tapi saya ingin dapatkan partner yang punya reputasi, rekam jejak, network besar supaya bisa melebarkan basis dari pemegang
bond Indonesia tetapi juga harus melakukannya melalui prinsip
governance yang baik dan menghormati serta mendukung kepentingan Indonesia," tambah dia.
Sri Mulyani mengingatkan, pemerintah harus menjaga supaya tidak terjadi gejolak atau kepanikan dari pemegang surat utang Indonedia dari persepsi mitra kerja pemerintah.
"Di dalam istilah sektor keuangan itu ada insting seperti binatang yang lari bersama-sama. Jadi, kalau bilang ada api, lari semua kemudian terjadi saling injak-injak. Di pasar keuangan bisa terjadi suasana seperti itu dan kita harus menjaga supaya tidak terjadi dan rasionalitas dari pemegang
bond tetap terjaga karena mereka dapat informasi yang akurat," ujarnya.
Usai menghadiri rapat kerja, Sri Mulyani menyatakan menyambut baik hasil riset JP Morgan awal tahun ini yang kembali menaikkan rating saham Indonesia dari
underweight menjadi netral.
Kendati demikian, sesuai PMK Nomor Nomor 234/PMK.08/2016, JP Morgan baru bisa kembali menjadi mitra dealer utama pemerintah minimal 12 bulan setelah kerjasama dicabut.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam risetnya November lalu, JP Morgan yang berstatus sebagai salah satu dealer utama pemerintah menurunkan rating saham Indonesia dari overweight menjadi
underweight.
Riset tersebut dinilai pemerintah mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Tak hanya itu, Direktur Strategi dan Portfolio Utang Kemenkeu Scenaider Siahaan mengungkapkan dibalik riset yang dianggap merugikan, JP Morgan juga melakukan tindakan tidak profesional. Yaitu memborong obligasi pemerintah pada saat harganya jatuh.
"Itu dia
conflict of interest-nya, dia agen
primary dealer, kan seharus bisa mencari pembeli SBN, kok malah rekomendasi jual, mana mau investor beli kalau begitu. Kita yang rugi. Tapi di balik itu diam-diam dia beli SBN dengan murah lalu jual lagi, kan kita jadi mainan dia saja," ujar Scenaider beberapa waktu lalu.