Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak melemah pada perdagangan Rabu (18/1) waktu Amerika Serikat (AS) ke titik terendah dalam pekan ini. Pelemahan ini dipengaruhi oleh penguatan mata uang dolar AS dan peningkatan produksi AS meski organisasi negara-negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) menurunkan level produksinya.
Dikutip dari
Reuters, nilai tukar dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang sebesar 0,6 persen. Hal ini menekan penjualan minyak yang memiliki denominasi mata uang tersebut.
Di samping itu, Energy Information Administration (EIA) AS menunjukkan bahwa produksi minyak di lapangan-lapangan utama non-konvensional AS bertambah 40.759 barel per hari ke angka 4,74 juta barel per hari di bulan Februari mendatang. Padahal, produksi minyak non-konvensional AS diperkirakan akan mengalami penurunan produksi di bulan yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, OPEC memberi sinyal bahwa suplai minyak global akan menyusut. Namun, laporan bulanan OPEC mengatakan bahwa produksi AS bisa memantul setelah didorong kenaikan harga minyak, dan menyebabkan pengeboran minyak non-konvensional bertambah.
Sebagai informasi, OPEC, di luar Indonesia, memproduksi minyak sebesar 33,08 juta barel per hari atau turun 221 ribu barel per hari dibanding bulan November. Menurut laporan OPEC, penurunan terbesar berasal dari Arab Saudi.
OPEC, Rusia, dan negara non-OPEC lainnya berjanji untuk mengurangi produksi minyak sebesar 1,8 juta barel per hari dalam enam bulan mendatang untuk menyesuaikan suplai dengan permintannya.
Akibatnya, harga minyak Brent menurun US$1,55 per barel ke angka US$53,92 per barel. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) menurun US$1,4 per barel ke angka US$51,08 per barel.
Harga minyak kemudian membaik pasca sesi perdagangan berakhir, setelah American Petroleum Institute (API) melaporkan bahwa persediaan minyak berkurang 5,04 juta barel pada pekan lalu. Angka ini lebih besar dari perkiraan analis sebesar 342 ribu barel.