Jonan Resmi 'Telurkan' Aturan Kontrak Migas Gross Split

CNN Indonesia
Kamis, 19 Jan 2017 08:11 WIB
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Dengan keluarnya aturan ini, maka pemerintah resmi mengganti rezim kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) cost recovery.

Di dalam pasal 4 beleid tersebut, gross split sendiri memiliki split dasar. Pemerintah menetapkan split dasar bagi produksi minyak sebesar 57 persen bagi pemerintah dan 43 persen bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Sementara itu, split dasar bagi produksi gas terbilang 52 persen bagi negara dan 48 persen bagi KKKS.

Split dasar itu kemudian disesuaikan dengan komponen variabel, yang merupakan komponen-komponen utama pembentuk keekonomian lapangan migas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Split variabel sendiri terdiri dari status lapangan, lokasi lapangan, kedalaman dan jenis reservoir, kandungan karbondioksida dan hidrogen sulfida, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), dan tahapan produksi.

Komponen variabel terbesar tercatat sebesar 16 persen, dengan syarat lapangan migas offshore kedalaman lebih dari 1.000 meter dan jika jenis reservoir merupakan WK migas non-konvensional.

Selain komponen variabel, split dasar dipengaruhi komponen progresif, yang utamanya dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak dan jumlah kumulatif produksi migas.

Untuk itu, nantinya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) akan melakukan evaluasi bulanan terkait komponen progresif berdasarkan harga minyak dunia.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, angka split dasar diperoleh dari kalibrasi terhadap 10 Wilayah Kerja (WK) migas yang bisa dianggap mewakili sistem PSC di Indonesia. Secara historis, rata-rata bagian pemerintah di sebuah WK bisa sebesar 40 persen hingga 70 persen.

"Dari 10 WK itu, on average bagian pemerintah sebesar 45 persen. Scaling bisa behave dengan baik jika negara tidak dirugikan," terang Arcandra, kemarin.

Lebih lanjut, pasal 25 beleid tersebut menyebut bahwa kontrak gross split ini akan berlaku bagi kontrak baru. Pemerintah masih tetap menghormati kontrak sebelumnya. Namun jika kontrak bersifat perpanjangan, maka KKKS bisa memilih menggunakan PSC sebelumnya atau gross split.

Menteri ESDM Ignasius Jonan berharap, implementasi PSC gross split ini bisa menyudahi polemik cost recovery yang menjadi momok Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya. Ia berkaca pada angka cost recovery tahun lalu, di mana jumlahnya membengkak US$11,4 miliar dari anggaran sebesar US$8,4 miliar.

"Cost recovery kemarin saja nombok US$3 miliar. Ini bukan kerugian, tapi ini biayanya besar. Untung harga minyak naik, kalau tidak ya ini akan sangat menggangu sekali," ujar Jonan.

Lebih lanjut ia menuturkan, implementasi gross split juga diharapkan bisa membuat biaya operasional hulu migas menjadi lebih efisien. KKKS akan berlomba-lomba menjadi efisien karena tidak ada pengembalian biaya operasional dari pemerintah.

"Kalau efisien, penerimaan mereka makin besar. Bisa mendorong penggunaan TKDN juga, apalagi TKDN masuk menjadi komponen variabel. Split bagi KKKS bisa bertambah apabila menggunakan TKDN," terangnya.

Ia juga yakin, pengenaan gross split ini bisa menggairahkan kembali investasi hulu migas karena mekanisme bagi hasil produksi menjadi lebih sederhana.

"Tapi, gairah investasi hulu migas ada faktor lain yang berpengaruh, yaitu harga migas. Kalau harga migas naik, maka investasi besar. Kalau turun, regulasi harus dibuat agar gairah investasi makin baik," jelasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER