Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) menandatangani kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) blok Offshore North West Java (ONWJ) selama 20 tahun ke depan pada hari ini. PSC ini merupakan kontrak migas pertama di Indonesia yang menggunakan skema PSC gross split sebagai pengganti PSC cost recovery.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, pengenaan PSC gross split bisa dilakukan karena kontrak ONWJ bukanlah kontrak perpanjangan, melainkan penunjukkan kembali setelah sebelumnya Wilayah Kerja (WK) tersebut diterminasi.
Di dalam bagi hasil (split) kali ini, pemerintah mendapat bagian sebesar 37,5 persen untuk produksi gas, sedangkan 62,5 persen dikempit Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), yaitu PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Sementara itu, split minyak yang didapat pemerintah sebesar 42,5 persen dan 57,5 persen didapat oleh KKKS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam PSC sebelumnya, pemerintah mendapat produksi minyak sebesar 85 persen dan gas sebesar 70 persen.
"Ini pertama kalinya kami menggunakan gross split. Kalau bentuknya perpanjangan kontrak, nantinya KKKS dapat memilih. Mau PSC cost recovery atau PSC menggunakan gross split. Dua-duanya sama-sama PSC. Tapi karena Ini pengakhiran kontrak lalu ditunjuk kembali, makanya pakai skema gross split," jelas Jonan, Rabu (18/1).
Sebagai bagian dari PSC, Pertamina memberikan signature bonus sebesar US$5 juta dan diwajibkan menjalankan komitmen pasti (firm commitment) berupa investasi sebesar US$82,3 juta dalam waktu tiga tahun mendatang. Selama masa 20 tahun mendatang, penerimaan negara yang didapatkan diharapkan sebesar US$5,7 miliar.
"Sekarang kami berharap Pertamina untuk mengelola ONWJ, dengan catatan persyaratan produksi tidak boleh menurun. Harapannya sih produksi bisa naik. Kan Pertamina makin lama makin baik," ujarnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, Pertamina diperkenankan untuk membagi hak partisipasi (Participating Interest/PI) kepada mitra yang sebelumnya membantu Pertamina menggarap blok tersebut. Nantinya, share down kepada mitra Pertamina akan dibatasi maksimal 25 persen.
Tak lupa, Pertamina pun harus menyerahkan 10 persen hak partisipasi kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat, sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2016.
Sebelumnya, hak partisipasi Pertamina di blok ONWJ terbilang sebesar 58,28 persen. Sementara itu, PT Energi Mega Persada ONWJ mengempit hak partisipasi sebesar 36,72 persen, dan Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company (Kufpec) Indonesia sebesar 5 persen.
"Dengan target yang tak boleh menurun, maka Pertamina dipersilahkan untuk share down dan mengajak mitranya kembali," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya berupaya untuk mempertahankan produksi ONWJ sesuai target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Sebagai informasi, target produksi ONWJ tahun 2017 tercatat 36 ribu barel per hari dan gas sebesar 172 MMSCFD.
Di samping itu, Pertamina juga siap menerima kembali mitra-mitra ONWJ sebelumnya jika perusahaan-perusahaan tersebut berminat memperpanjang operasinya. "Namun apabila partner sebelumnya tidak minat, kami sesuai dengan keuangan Pertamina," ujar Dwi.
Dengan demikian, saat ini kontrak blok ONWJ sudah diperpanjang selama tiga kali. Kontrak pertama ditandatangani pada tanggal 19 Januari 1967 dan berlaku selama 30 tahun. Setelah itu, kontrak ONWJ diperpanjang selama 20 tahun sejak 19 Januari 1997.
Cadangan minyak ONWJ tercatat sebesar 309,8 juta barel dan gas sebesar 1.114 tcf. Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), produksi minyak blok tercatat sebesar 37.301 barel per hari dan gas sebesar 158,2 MMSCFD per November 2016.