Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, kontrak bagi hasil produksi (
Production Sharing Contract/PSC)
gross split, sebagai pengganti PSC
cost recovery, menarik minat beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang tengah menggarap Wilayah Kerja (WK) migas saat ini.
"Kemarin, kami didatangi
company yang besar juga. Mereka bilang, 'Pak, bagaimana jika
existing kita bisa diganti dengan
gross split pak?'" jelas Arcandra, Kamis (19/1).
Sayangnya, ia enggan menyebut alasan KKKS tersebut dalam mengubah skema PSC-nya. Di samping itu, ia pun enggan memberitahu nama KKKS yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pokoknya
company besar dan mereka tertarik dengan hal tersebut," jelasnya.
Pergantian PSC ini, lanjut Arcandra, tentunya harus mengacu pada pasal 25 Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil
Gross Split. Poin tersebut mengatakan, kontrak migas yang ditandatangani sebelum beleid ini terbit dapat mengajukan perubahan bentuk PSC menjadi
gross split.
Jika terdapat biaya operasi yang sudah dikeluarkan namun belum dikembalikan pemerintah (
unrecovered cost), maka biaya itu bisa menjadi komponen tambahan bagi
split milik KKKS.
"Namun jika ada perpanjangan kontrak, KKKS boleh memilih PSC
cost recovery atau memilih
gross split. Kalau untuk kontrak baru, jelas harus bersifat
gross split," terangnya.
Sementara itu, Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengatakan, pelaku usaha migas akan tertarik pindah ke PSC
gross split asal keekonomiannya lebih baik dibanding PSC sebelumnya. Pasalnya, investor masih belum menemukan bukti bahwa proses perizinan bisa lebih mudah dan menghasilkan rentang waktu yang lebih sedikit antara eksplorasi dan produksi migas pertama.
"Kami apresiasi saat ini ada implementasi
gross split. Yang kami ingin tekankan, tolak ukur pemain
existing saat ini adalah perbandingan dengan apa yang dimilikinya saat ini. Jika memang tidak lebih baik, ya tidak diambil," terang Sammy.
Sebagai informasi, pemerintah akhirnya mengubah rezim PSC
cost recovery menjadi gross split yang tercantum di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017.
Gross split sendiri adalah skema bagi hasil produksi migas, di mana
split antara pemerintah dan KKKS dilakukan tepat setelah produksi migas bruto dihasilkan.
Sistem ini berbeda dengan PSC
cost recovery, di mana
split antara pemerintah dan KKKS akan dilakukan setelah produksi bruto dikurangi produksi tertentu dari sebuah blok migas (
First Tranche Petroleum/FTP) dan pemulihan biaya produksi migas yang dikeluarkan KKKS (
cost recovery).
Di dalam beleid tersebut, pemerintah menetapkan split dasar (
base split) bagi produksi minyak sebesar 57 persen bagi pemerintah dan 43 persen bagi KKKS. Sementara itu,
split dasar bagi produksi gas terbilang 52 persen bagi negara dan 48 persen bagi KKKS.
(gen)