Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membongkar salah satu modus penipuan investasi berkedok koperasi yang kerap menimbulkan kerugian bagi para nasabahnya. Berdasarkan temuan Satgas Investasi, sejumlah izin untuk mendirikan koperasi sering disalah gunakan untuk menjalankan aktivitas investasi yang tidak sehat.
Deputi Komisioner Manajemen Strategis 1C OJK Hendrikus Ivo menjelaskan, aktivitas investasi bodong itu dilakukan oleh anggota koperasi dengan menarik dana dari masyarakat dengan janji imbal hasil yang sangat tinggi. Namun jika ditelusuri lebih jauh, dana tersebut tidaklah disimpan di lembaga koperasi namun disimpan anak usaha maupun di individu yang terafiliasi dengan koperasi.
"Modusnya ini adalah selalu menggunakan cabang. Jadi induk usahanya adalah koperasi, dia punya anak usaha B dan C. Tapi mereka bukan koperasi, hanya badan hukum biasa. Tetapi kepengurusan lembaga B dan C ini juga sebagai pengurus di koperasi. Biasanya orang itu tertarik kepada siapa tokohnya," ujar Ivo di kantor OJK, Jumat (20/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui modus afiliasi tersebut, banyak praktek investasi yang terjadi tidak sesuai aturan dan di luar pengawasan otoritas. Tak jarang, akibat hal ini banyak kasus dimana pemilik perusahaan investasi melarikan dana nasabahnya karena luput dari pengawasan.
Padahal menurut Ivo, jika mengacu pada aturan pendirian kelembagaan, aktivitas usaha yang dilakukan perusahaan yang badan hukumnya bukan koperasi, harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari OJK.
Ia mengatakan modus ini yang digunakan oleh Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Group dalam merekrut nasabahnya. Pandawa Group sejak beberapa waktu lalu diketahui melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dengan tawaran bunga investasi yang tinggi.
Namun penghimpunan dana masyarakat dilakukan secara pribadi oleh sang pemilik Pandawa Group Salman Nuryanto dan tidak ada kaitannya dengan KSP Pandawa Mandiri Group.
OJK sendiri telah mencabut izin operasional Pandawa Group karena dinilai berpotensi merugikan masyarakat dan diduga melanggar Undang-undang (UU) Perbankan.
Melihat celah tersebut, OJK mendesak adanya penyempurnaan regulasi lintas Kementerian dan Lembaga. Selama ini, Ivo mengataka, OJK tidak bisa menindak koperasi yang menyalahgunakan izin seban kewenangan untuk mengatur dan mengawasi lembaga koperasi berada di bawah Kementerian Koperasi.
Sebagai sesama anggota Satgas Investasi, OJK hanya bisa memberikan rekomendasi untuk pencegahan timbulnya investasi ilegal.
"Kami hanya melakukan perlindungan konsumen. Tapi kita juga harus perhatikan dari segi penegakan hukumnya, jangan sampai penegakan hukum tidak jalan," ujar Ivo.
Sepanjang tahun 2013 hingga 2016 kemarin, OJK mencatat ada 801 informasi dan pertanyaan dari masyarakat mengenai 484 entitas yang diduga melakukan investasi bodong.
Dari jumlah tersebut, 217 di antaranya dapat ditindaklanjuti dengan monitoring dan pengamatan lapangan secara bertahap. Sementara sisanya 267 entitas tidak dapat ditindaklanjuti karena terbatasnya informasi.