Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) mencatat penjualan listrik sebesar 216 Terawatt-Hour (TWh) sepanjang tahun 2016. Angka ini meningkat 6,5 persen jika dibanding penjualan tahun 2015 sebesar 202,8 TWh.
Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengatakan, pertumbuhan ini utamanya disebabkan oleh kenaikan pelanggan listrik yang cukup baik. Menurut data perusahaan, pelanggan PLN pada tahun lalu tercatat sebesar 64,28 juta pelanggan atau naik 5,09 persen dibanding tahun sebelumnya 61,16 juta pelanggan.
"Bertambahnya jumlah pelanggan juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi. Dari angka dari 88,3 persen pada akhir Desember 2015 menjadi 91,16 persen pada Desember 2016. Kami bisa mengatakan bahwa capaian tersebut melampaui target sebesar 90,15 persen," jelas Sofyan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (24/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia mengatakan, pertumbuhan jumlah pelanggan itu juga mendorong pertumbuhan pembelian produksi listrik. Pada tahun 2016, pembelian listrik perusahaan tercatat 64,8 TWh atau 12,69 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar 57,5 TWh.
Sayangnya, hal itu juga membuat beban operasional bertambah 4,35 persen dari Rp256 triliun di tahun 2015 menjadi Rp256 triliun di tahun lalu. Namun menurutnya, beban usaha ini merupakan upaya maksimal dari perusahaan dalam melakukan efisiensi beban operasional.
"Beban usaha lebih kecil per Kilowatt-Hour karena kami terus lakukan efisiensi melalui subtitusi Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan batubara dan energi lainnya yg lebih murah. Penggunaan BBM tercatat menurun dari 5,3 juta kiloliter (kl) ke angka 4,3 juta kl, dan membuat biaya BBM turun sebesar Rp12,4 triliun," lanjutnya.
Dengan penghematan tersebut, perusahaan juga mampu menurunkan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik dari Rp1.300 per Kilowatt-Hour (KWh) di tahun 2015 menjadi Rp1.278 per KWh di tahun lalu. Akibatnya, harga rata-rata tarif dasar listrik juga menurun dari Rp1.040,54 per KWh menjadi Rp998,47 per KWh.
"Sehingga, faktor utama penambahan biaya operasional disebabkan karena pertumbuhan pelanggan. Apalagi konsumsi pelanggan di Indonesia Timur bertambah dari 71,8 TWh ke angka 75 TWh. Ini artinya rasio elektrifikasi benar-benar bisa membaik," jelas mantan Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk ini.
(gir)