Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) akan segera menggodok revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026 pada pekan ini. Terdapat beberapa perubahan yang diusulkan oleh PLN di dalam merumuskan peta jalan listrik nasional jangka menengah ini.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati mengatakan, perubahan RUPTL yang utama adalah asumsi pertumbuhan ekonomi. Di dalam RUPTL 2016-2025, PLN memasang asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen hingga 8 persen.
Namun karena realisasi pertumbuhan ekonomi dua tahun terakhir melenceng dari target RUPTL, PLN merasa asumsi ini perlu disesuaikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 di dalam RUPTL sebelumnya tercatat 7,1 persen. Rencananya, PLN akan mengganti angka itu dengan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 5,1 persen.
"Kami akan menyesuaikan asumsi itu dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)," ujar Nicke ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (24/1).
Lebih lanjut ia mengatakan, perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi ini juga akan mengubah asumsi penjualan listrik perseroan. Menurutnya, PLN akan menggunakan asumsi pertumbuhan penjualan sebesar 8,3 persen dari sebelumnya 8,6 persen.
"Secara rata-rata, pertumbuhan penjualan listrik itu mengikuti pertumbuhan ekonomi. Kira-kira 1,3 kali lipatnya. Kendati demikian, penurunan hanya akan ada di Jawa dan Bali. Di luar itu, permintaan meningkat 0,1 hingga 0,2 persen. Jadi pemerataan lebih kita tingkatkan," katanya.
Karena proyeksi permintaan berubah, maka PLN juga perlu mengganti realisasi pembangkit yang sekiranya beroperasi (Commercial Operation Date/COD) selama 10 tahun ke depan. Di dalam RUPTL terbaru, PLN akan mengganti kapasitas pembangkit COD dari 80,5 Gigawatt (GW) menjadi 75,9 GW.
Kendati demikian, ia memastikan jika bauran energi tak berubah. Namun untuk mendukung penggunaan energi primer, RUPTL terbaru akan memasukkan optimalisasi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) kepala sumur.
"Dengan mendekatkan pembangkit di dekat sumber energinya, kami harapkan Biaya Pokok Produksi (BPP) juga bisa ditekan. Apalagi untuk mulut tambang sudah ada peraturan terbarunya terkait harga pembelian batubaranya, sehingga kami harap ini bisa membantu optimalisasi energi primer," ujar Nicke.
Jika realisasi pembangkit beroperasi sudah terpenuhi, PLN berharap cadangan daya (
reserve margin) listrik minimal bisa dipatok 30 persen. Namun untuk di Indonesia timur, reserve margin minimal dipasang pada angka 60 persen.
Nicke beralasan, cadangan tenaga listrik di Jawa dan Sumatera bisa didukung dengan interkoneksi antar pulau. Namun, untuk melakukan interkoneksi antar pulau di Indonesia timur terbilang sulit, sehingga butuh
reserve margin yang lebih tinggi.
"Kami akan meningkatkan percepatan pasokan di wilayah krisis Indonesia timur dengan menggunakan mobile power plant, hybrid, dengan renewable energy baik on grid maupun off grid dengan mengutamakan energi lokal," pungkasnya.
(gir)