Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memiliki taktik baru dalam menggenjot keikutsertaan wajib pajak dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty yang tengah melangsungkan periode ketiga hingga 31 Maret 2017 mendatang.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum DJP Kemenkeu Dadang Suwarna mengungkapkan, hal ini dilakukan DJP dengan menawarkan 'penyelamatan' kepada wajib pajak yang tersandung tindakan pidana perpajakan untuk ikut tax amnesty agar lolos dari bayang-bayang pengadilan.
Tawaran ini, kata Dadang, diberikan kepada para pelaku tindak pidana perpajakan yang masih berada di tahap pemeriksaan bukti permulaan dan penyelidikan. Sementara, untuk para pelaku tindak pidana perpajakan yang berkasnya telah dinyatakan lengkap dan telah dilaporkan ke Kejaksaan Agung, tak mendapat tawaran 'penyelamatan'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami umumkan, 'Anda mau diteruskan ke penyidikan kemudian dituntut dan ke persidangan lalu membayar kerugian atau ikut
tax amnesty?' Kalau ikut
tax amnesty tinggal bayar pokok pajak dan uang tebusan saja," ujar Dadang di kantor DJP Pusat, Kamis (26/1).
Bila wajib pajak bersedia mengikuti tax amnesty, lanjut Dadang, wajib pajak tinggal membayar kewajiban pokok pajak beserta uang tebusan sebesar 5 persen sesuai dengan ketentuan
tax amnesty yang berlaku di periode ketiga ini.
Lalu, pemeriksaan akan dianggap selesai oleh DJP sehingga wajib pajak dapat mendapatkan hidup baru karena lepas dari kejaran pajak pemerintah.
Hanya saja, pemeriksaan dinyatakan selesai untuk perkara kewajiban pajak yang seharusnya dipungut pada 2015. Sedangkan untuk tunggakan pajak di 2016, DJP tetap akan memastikan apakah wajib pajak telah menunaikan kewajiban pajaknya atau belum.
"Syarat yang diampuni hanya 2015. Berarti, 2016 harus benar. Jangan berbuat curang lalu curang lagi. Tolong tahun 2016 lebih tertib tapi 2015 kita maafkan dengan tax amnesty," imbuh Dadang.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan DJP, sepanjang tahun 2016 DJP telah menyelesaikan tahap bukti permulaan dan penyelidikan terhadap 58 tindakan pidana perpajakan.
Sebanyak 40 tindakan telah dinyatakan lengkap berkas perkaranya atau P21 oleh Kejaksaan Agung. Namun, wajib pajak masih diberik kesempatan untuk mengambil langkah damai melalui
tax amnesty. Sementara, 16 tindakan berujung damai karena wajib pajak memohon amnesti kepada DJP.
Sedangkan dua tindakan lagi telah ditetapkan bersalah dan telah diadili di meja hijau. Bahkan kedua tindakan itu diteruskan penyidikannya atas dugaan tindakan pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam rinciannya, tindakan TPPU dilakukan oleh tersangka pidana perpajakan bernama Rinaldus Andry Suseno yang terbukti melakukan tindakan pidana perpajakan atas penjualan faktur pajak fiktif senilai Rp5,7 triliun.
Imbasnya, negara merugi Rp577 miliar atas perbuatan Rinaldus sehingga DJP melanjutkan dugaan TPPU tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk memberatkan hukuman kepada Rinaldus dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.
TPPU kedua, dilakukan oleh Amie Hamid yang tengah menjalankan hukuman selama dua tahun enam bulan atas tindakan pidana perpajakan berupa penjualan faktur pajak fiktif mencapai Rp123,41 miliar. Namun, proses hukum Hamid belum mencapai tingkat persidangan. Pasalnya, Kejaksaan Agung baru selesai memeriksa berkas perkara Hamid.
Sementara untuk program
tax amnesty, berdasarkan Dashboard Tax Amnesty, total harta yang dilaporkan dalam program tax amnesty sebesar Rp4.334 triliun dengan rincian dana deklarasi dalam negeri Rp3.180 triliun, dana deklarasi luar negeri Rp1.014 triliun, dan dana repatriasi Rp141 triliun serta uang tebusan Rp104 triliun.
(gir)