Komisaris Ungkap Kisruh 'Matahari Kembar' di Pertamina

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 03 Feb 2017 13:54 WIB
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tanri Abeng membeberkan masalah dualisme kepemimpinan di tubuh perseroan yang membuat adanya perombakan.
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tanri Abeng membeberkan masalah dualisme kepemimpinan di tubuh perseroan yang membuat adanya perombakan. (CNN Indonesia/Galih Gumelar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina (Persero) yang diselenggarakan pada hari Jumat (2/2) menetapkan bahwa Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang masing-masing tidak akan menjabat lagi sebagai Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama perusahaan minyak pelat merah tersebut.

Masalah komunikasi antara keduanya disinyalir sebagai alasan RUPS memutuskan hal tersebut. Secara lebih rinci, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tanri Abeng menjelaskan beberapa kasus di mana perselisihan antara keduanya kerap terjadi.

Kasus pertama, lanjutnya, adalah masalah impor Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar sebesar 1,2 juta barel yang dilakukan pertengahan Januari lalu. Pada saat itu, Ahmad melangkahi posisi Dwi dalam menandatangani persetujuan impor solar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masalah bermula ketika Ahmad meminta tandatangan Dwi untuk menyetujui impor Solar. Namun, karena Dwi tak kunjung menandatangani persetujuan itu, Ahmad lantas menandatangani persetujuan agar proses impor dipercepat. Dalam hal ini, Ahmad dianggap menyalahi wewenangnya sebagai Wakil Direktur Utama.

Namun menurut Tanri, hal itu bukan sepenuhnya salah Ahmad. Alasannya, Dwi tak kunjung menandatangani persetujuan itu meski dokumen telah disiapkan berjauh-jauh hari.

Padahal, impor solar diperlukan karena stok dalam negeri tengah menipis. Pada saat itu, Tanri menyebut bahwa persediaan Solar tercatat 15 hari, atau di bawah persediaan standar selama 20 hari.

"Pengalokasian itu kewenangan Wakil Dirut, tapi mengimpor itu kewenangan Dirut. Permintaannya memang sudah dikirim ke Dirut. Tapi karena Dirut belum tandatangan, makanya Wadirut melakukan itu," tutur Tanri di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jumat (3/2).

Padahal menurutnya, masalah bisa selesai jika Dwi bilang akan segera menandatangani persetujuan impor tersebut. Bahkan penyalahgunaan wewenang Ahmad ini disebutnya selalu dibawa-bawa sebagai bahan perselisihan antara Dwi dengan Ahmad.

Di satu sisi, Tanri melanjutkan, penyalahgynaan wewenang ini tak boleh terjadi. Namun di sisi lain, Tanri juga menyalahkan sikap Dwi yang kurang responsif.

"Kalau saya jadi Dirut, dan saya lupa tandatangan, saya akan telepon Wadirut kalau dokumennya belum diteken. Ini masalah komunikasi. Dan masalah komunikasi ini berujung pada kinerja yang tidak optimal," jelas Tanri.

Di samping masalah impor, ketidaksepakatan antara keduanya juga menyebabkan 20 tenaga kerja stategis tak kunjung diganti meski masa jabatannya telah habis. Salah satu contohnya adalah posisi pemimpin PT Pertamina Gas (Pertagas) yang sempat kosong selama beberapa waktu.

"Pergantian di Pertagas itu terlambat beberapa saat ya gara-gara itu," tambahnya.

Ia menyebut, sebagian besar akar masalah ini bermula dari kurangnya sifat kepemimpinan Dwi. Maka dari itu, RUPS memutuskan untuk memberhentikan Dwi sebagai Dirut untuk mencegah hal ini terulang lagi.

Namun, karena RUPS khawatir masalah wewenang ini akan berlangsung lagi, maka RUPS juga mencopot Ahmad sebagai Wakil Direktur Utama. "Lebih aman dicopot dua-duanya saja," terangnya.

Naiknya Ahmad Bambang ke posisi Wakil Direktur Pertamina dimulai sejak dilaksanakan RUPS pada Oktober 2016 lalu. Saat itu, RUPS memutuskan untuk menggemukkan direksi Pertamina dari tujuh orang menjadi sembilan orang dengan menambah Wakil Direktur Utama dan Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER