Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan (CAD) kuartal IV 2016 sebesar US$1,8 miliar atau 0,8 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, US$4,7 miliar (1,9 persen dari PDB).
"Kondisi CAD membaik dalam arti di kuartal IV 2016 itu secara persentase bisa 0,8 persen dari PDB. Selama ini itu yang paling baik untuk kinerja kuartalan," tutur Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo dikutip Minggu (12/2).
Kinerja transaksi berjalan sepanjang Oktober-Desember juga lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat defisit sebesar US$4,7 miliar (2,2 persen dari PDB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengungkapkan, perbaikan CAD ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan pendapatan primer.
"Surplus neraca perdagangan barang tercatat meningkat didorong oleh peningkatan ekspor seiring dengan perbaikan ekonomi negara-negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas global. Sementara, defisit neraca pendapatan primer menurun mengikuti jadwal pembayaran bunga surat utang pemerintah yang lebih rendah," tutur Tirta.
Untuk transaksi modal dan finansial, kinerjanya pada kuartal IV 2016 mencatat surplus yang cukup besar dan melampaui defisit transaksi berjalan.
Surplus transaksi modal dan finansial kuartal IV 2016 tercatat sebesar US$6,8 miliar, terutama bersumber dari surplus investasi lainnya sejalan dengan berlanjutnya repatriasi dana tax amnesty. Namun, surplus transaksi modal dan finansial tersebut lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada kuartal III 2016.
"Lebih rendahnya surplus di triwulan IV 2016 disebabkan oleh defisit investasi portofolio sebagai dampak keluarnya dana asing dari saham domestik dan Surat Utang Negara (SUN) rupiah pasca-pengumuman Pemilu Presiden Amerika Serikat, serta surplus investasi langsung yang juga lebih rendah karena dipengaruhi outflow di sektor pertambangan," ujarnya.
Dengan perkembangan tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal IV 2016 mencatat surplus sebesar US$4,5 miliar. Surplus NPI kuartal IV 2016 tersebut pada gilirannya mendorong kenaikan posisi cadangan devisa menjadi sebesar US$116,4 miliar pada akhir tahun lalu, lebih tinggi dari US$115,7 miliar pada akhir kuartal III 2016 dan US$105,9 miliar pada periode akhir kuartal IV 2015.
"Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 8,4 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional," jelasnya.
Secara akumulatif, kinerja NPI 2016 membaik ditopang oleh penurunan defisit transaksi berjalan dan kenaikan surplus transaksi modal dan finansial. NPI 2016 mencatat surplus sebesar US$12,1 miliar setelah tahun sebelumnya mengalami defisit US$1,1 miliar.
Defisit transaksi berjalan turun dari US$17,5 miliar (2,0 persen dari PDB) pada 2015 menjadi US$16,3 miliar (1,8 persen dari PDB) di 2016 didukung perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan jasa.
Surplus neraca perdagangan meningkat karena penurunan impor yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspor. Meskipun demikian, laju penurunan impor di 2016 tidak sedalam pada 2015 sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik.
Demikian pula halnya dengan laju penurunan ekspor yang tidak sedalam tahun sebelumnya karena didukung meningkatnya harga komoditas global.
Defisit neraca perdagangan jasa juga menurun mengikuti penurunan impor barang.
Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial tahun 2016 meningkat signifikan menjadi US$29,2 miliar, dari sebelumnya US$16,8 miliar pada 2015.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kenaikan surplus investasi langsung dan investasi portofolio serta penurunan defisit investasi lainnya sejalan dengan masih baiknya persepsi pelaku ekonomi terhadap perekonomian domestik dan implementasi program pengampunan pajak yang berjalan dengan baik.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mewaspadai perkembangan global, khususnya risiko terkait arah kebijakan AS dan Tiongkok serta meningkatnya harga minyak dunia, yang dapat memengaruhi kinerja neraca pembayaran secara keseluruhan.
"Bank Indonesia meyakini kinerja NPI akan semakin baik didukung bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, khususnya dalam mendorong percepatan reformasi struktural," pungkasnya.