Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan menjadikan sosialisasi perbaikan dan percepatan perizinan di DKI Jakarta dan Surabaya sebagai senjata utama untuk mengerek peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) Indonesia di mata Bank Dunia, yang ditargetkan menempati peringkat ke-
40 pada 2019.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengatakan, sosialisasi di dua kota besar tersebut akan lebih awal dilakukan pemerintah agar masyarakat yang menjadi responden survei EoDB Bank Dunia bisa memberikan hasil pada perbaikan peringkat EoDB Indonesia.
"Tahun lalu kami telat (sosialisasi), akhirnya banyak perbaikan yang tidak sempat kami informasikan kepada responden," kata Tom, sapaan akrabnya, usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (16/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan jadwal pelaksanaan survei EoDB Bank Dunia, pemerintah menargetkan, pemberian sosialisasi dapat dimulai sejak Maret mendatang.
Pasalnya, di bulan tersebut, Bank Dunia akan mulai mengirimkan kuisioner survei dan tiga bulan berikutnya, yakni Juni, Bank Dunia akan mengirim tim survei ke dua kota besar tersebut.
Sementara, untuk pengolahan data hasil survei akan dilakukan hingga Agustus. Kemudian, Bank Dunia akan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi hasil survei dan temuan Bank Dunia setelah Agustus melalui teleconference.
Barulah, sekitar Oktober 2017, Bank Dunia mengumumkan hasil surveinya secara utuh bersamaan dengan peringkat EoDB Indonesia yang terbaru. Adapun saat ini, Indonesia berada di peringkat 91 atau membaik sebanyak 15 peringkat dari tahun sebelumnya di peringkat 106.
Amunisi LainSelain mengenjot sosialisasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution rupanya masih memiliki amunisi lainnya. Darmin bilang, amunisi ini sengaja dilakukan pemerintah agar pengerekan peringkat EoDB Indonesia kian signifikan di tahun ini, bahkan mampu meroket lebih dari 15 peringkat seperti yang terjadi di tahun lalu.
Amunisi tersebut, lanjut Darmin, yakni memperbaiki tiap-tiap indikator EoDB yang saat ini terdiri dari 10 indikator. Berdasarkan data terakhir peringkat EoDB Indonesia, sebanyak enam indikator mengalami perbaikan peringkat, misalnya perizinan memulai usaha (starting business) dari peringkat 167 ke 151 dan pembayaran pajak (paying taxes) dari peringkat 115 ke 104.
Hanya saja, secara rata-rata, tujuh indikator tersebut berada di peringkat 100 ke atas. Sementara satu indikator tak mengalami berubah atau stagnan.
"Kita harus melakukan usaha yang lebih keras pada bidang-bidang yang peringkatnya di atas 100 agar bisa turun ke arah peringkat 80-an," ucap Darmin.
Sedangkan, tiga dari 10 indikator justru mengalami penurunan di tahun lalu, yakni indikator perizinan kontrak (dealing with contract permit) yang turun dari peringkat 113 ke 116, penyelesaian kasus pailit (resolving insolvency) yang turun dari 74 ke 76, dan perizinan yang melindungi investor minoritas (protecting minority investors) yang turun dari 69 ke 70.
Integrasi PerizinanTerkait hal ini, Darmin menyebutkan, pemerintah akan mengeluarkan satu sistem perizinan yang terintegrasi untuk banyak perizinan dan mengatur perizinan lintas sektor, melalui pemantauan dari portal Indonesia National Single Window (INSW).
“Kita mulai merancang perbaikan-perbaikan terbaik yang bisa kita lakukan, kita ingin mengembangkan seperti portal-portal dalam INSW. Kalau tidak semua bisa dijadikan satu, ada beberapa kegiatan sejenis yang berhubungan bisa digabungkan. Kita harus bergerak ke online,” jelas Darmin.
Dengan perizinan yang terintegrasi, Darmin memproyeksikan bahwa pemberian izin dapat dipercepat, dari 11 prosedur menjadi sembilan prosedur saja.
Lalu, waktu pemberian izin selama 24 hari dapat dipangkas menjadi sembilan hari saja. Kemudian, biaya perizinan juga terpangkas sekitar 40 persen, dari semula Rp2,78 juta menjadi hanya sekitar Rp1,58 juta saja.
(gir)