Buktikan Ancaman, Gelombang PHK Freeport Dimulai Pekan Depan

CNN Indonesia
Senin, 20 Feb 2017 17:01 WIB
Tak hanya mengubah kontrak sekitar 12 ribu pekerjanya, Freeport juga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja sekitar 10 persen pekerjanya mulai pekan depan.
Tak hanya mengubah kontrak sekitar 12 ribu pekerjanya, Freeport juga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja sekitar 10 persen pekerjanya mulai pekan depan. (Dok. Freeport Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Freeport-McMoran Cooper & Gold Inc., perusahaan induk dari PT Freeport Indonesia (PTFI), secara resmi menyatakan telah mengubah status 12 ribu dari total 32 ribu pekerja PTFI, dari pekerja tetap menjadi pekerja kontrak mulai pekan ini.

Chief Executive Officer Freeport-McMoran Richard Adkerson mengatakan, keputusan ini terpaksa dilakukan perusahaan bersamaan dengan rencana penghentian masa produksi dalam 10 hari ke depan.

"Saya sedih menghadapi kenyataan ini. Kami lakukan ini bukan karena bernegosiasi dengan pemerintah tapi terpaksa agar bisnis bisa berjalan secara finansial," ujar Adkerson saat konferensi pers di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (20/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya mengubah kontrak sekitar 12 ribu pekerjanya, PTFI juga akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sekitar 10 persen pekerjanya mulai pekan depan.

"Pengurangan karyawan kira-kira di bawah 10 persen, di bawah (jumlah) ekspatriat kami yang bekerja. Ekspatriat kami hanya di bawah 10 persen," jelas Adkerson.

Adkerson memastikan, perusahaan tak hanya melakukan PHK kepada pekerja dalam negeri yang menyedot porsi sekitar 98 persen dari total seluruh pekerja PTFI, namun PHK juga diberlakukan terhadap pekerja asing yang bekerja di Tambang Gresberg, Papua.

Adapun pengurangan jumlah tenaga kerja berbanding lurus dengan pengurangan produksi sebanyak 60 persen yang dilakukan PTFI dan rencana penghentian operasional dalam 10 hari ke depan.

Buktikan Ancaman, Gelombang PHK Freeport Dimulai Pekan DepanChief Executive Officer Freeport-McMoran Richard Adkerson. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)


"Kalau tidak bisa jual 60 persen produk Anda, bagaimana bisa bekerja? Akibatnya, kami turunkan operasional sangat tajam," imbuh Adkerson.

Pasalnya, sejak 12 Januari lalu, pemerintah resmi menghentikan rekomendasi izin ekspor kepada PTFI. Alhasil, perusahaan tak bisa memasarkan hasil tambangnya ke luar negeri sehingga pasokan di dalam negeri terlampau banyak.

Sementara, fasilitas pemurnian atau smelter milik PTFI, yakni PT Smelting Gresik di Jawa Timur hanya mampu menampung sekitar 40 persen dari total produksi dari Tambang Grasberg.

"Kami produksi sedikit bijih untuk pasokan pile dan kami lakukan sedikit kegiatan tambang untuk melindungi operasional dan tambang bawah tanah. Kami juga lakukan kegiatan untuk menjaga lingkungan sekitar tambang," katanya.

Belum lagi, menurut PTFI, sejak izin ekspor dihentikan pemerintah, dua kapal pengangkut konsentrat terpaksa tak dapat menuju Gresik karena tak cukupnya kapasitas smelter dan adanya aksi mogok kerja dari karyawan PTFI.

Untuk itu, PTFI meminta pemerintah kembali memberikan izin rekomendasi ekspor terhadap PTFI, namun menyesuaikan ketentuan hukum dan fiskal yang berlaku dalam Kontrak Karya (KK) bukan berdasarkan ketentuan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang mengenakan ketentuan pajak berubah-ubah (prevailing).

"Kami tidak bermaksud mendikte pemerintah. Kami terus berupaya bekerjasama dengan pemerintah," tutup Adkerson.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER