Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan perbankan wajib menyusun rencana pemulihan (
recovery plan) jika terkena masalah yang bisa berdampak secara sistemik. Untuk itu, OJK menunggu susunan
recovery plan ini sampai akhir tahun 2017 mendatang.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad menuturkan, penyusunan
recovery plan ini sesuai dengan pasal 21 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016. Setiap masalah yang diderita bank, lanjutnya, memiliki perencanaan pemulihan yang berbeda-beda.
Recovery plan ini rencananya terdiri dari beberapa skema penyelamatan jika ada masalah terkait likuiditas, solvabilitas, permodalan bank, hingga kualitas aset.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesuai
best practice yang berlaku, di dalam
recovery plan ada beberapa
option yang bisa dipilih sesuai permasalahan masing-masing bank. Untuk itu, kami berharap pada akhir tahun ini perbankan sudah memasukkan
recovery plan ke OJK," tutur Muliaman di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (22/2).
Kendati demikian, tidak semua bank diharuskan membuat
recovery plan ini. Ia menyebut, hanya 12 bank yang masuk daftar
Domestic Systematically Important Bank (DSIB) yang wajib membuat perencanaan ini.
"Bank sistemik wajib membuat rencana ini. Bersamaan dengan itu, mereka juga wajib memiliki instrumen utang dengan karakteristik modal paling lambat di tahun 2018," jelasnya.
Namun sebelum menerima rencana dari bank-bank tersebut, OJK bakal menyusun beleidnya terlebih dulu yang nantinya akan memiliki payung hukum Peraturan OJK (POJK).
Peraturan pertama, lanjutnya, terkait penyusunan
recovery plan. Selain itu, terdapat pula pengaturan mengenai penetapan status pengawasan bank sistemik.
Di dalam rencana peraturan tersebut, OJK akan menetapkan status bank sistemik yang dikategorikan menjadi tiga tahapan pengawasan; pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus.
Jika terdapat bank yang sudah masuk pengawasan intensif, maka bank juga harus menyusun
recovery plan yang komprehensif jika status pengawasannya memburuk.
"Tentu saja ini nantinya akan berdampak pada
recovery plan yang disusun," tutur Muliaman.
Di samping itu, pemerintah juga akan membentuk peraturan soal bank perantara (
bridging bank) yang didirikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bank ini berfungsi untuk membantu kondisi keuangan bank yang hampir pailit.
"Jika nanti ada sesuatu yang diinginkan tak terjadi, maka
recovery option ini bisa turun menghadapi ini semua. Maka dari itu, pedoman perbankan harus siap," katanya.
(gir/gen)