Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perbankan dalam negeri tahun lalu masih dibayangi oleh perlambatan ekonomi global yang berdampak pada penurunan kinerja penyaluran kredit.
Berdasarkan data Statitistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan kredit bank umum hanya mencapai Rp 4.377 triliun sepanjang 2016. Tumbuh hanya 7,9 persen dibandingkan akhir tahun 2015 yang senilai Rp 4.058 triliun.
Secara matematis, rendahnya penyaluran kredit dan peningkatan non performing loan (NPL) akan menurunkan laba bank pada 2016. Sebab, penyaluran kredit merupakan sumber utama pendapatan perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun nyatanya, laba bank pada 2016 tetap tumbuh signifikan. Laba bersih industri perbankan pada 2016 mencapai sekitar Rp113 triliun, tumbuh 8,43 persen dibandingkan 2015 yang senilai Rp 104,63 triliun.
Ternyata bank memperbesar margin keuntungannya melalui strategi suku bunga. Caranya, di tengah penurunan tren suku bunga pada 2016, perbankan menurunkan bunga simpanan secepat mungkin dan menurunkan bunga kredit selambat mungkin.
Menurut Ekonom Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto, sepanjang tahun lalu rata-rata suku bunga simpanan turun 124 basis poin (bps) dari 7,6 persen pada akhir 2015 menjadi 6,36 persen pada akhir 2016.
Namun, selama periode yang sama, rata-rata suku bunga kredit hanya turun 94 bps dari 12,46 persen menjadi 11,52 persen.
Artinya spread suku bunga simpanan dan suku bunga kredit makin melebar. Dengan strategi ini bank tidak hanya bisa mempertahankan margin bunga bersih (
net interest margin/NIM), tetapi bahkan meningkatkannya. Hingga akhir 2016, NIM perbankan telah mencapai 5,63 persen naik dari akhir tahun 2015 yang mencapai 5,39 persen.
Padahal saat ini, pemerintah dan OJK tengah menyoroti tingginya NIM perbankan. Tingginya NIM membuat suku bunga kredit sulit turun.
Ketua OJK Muliaman Hadad pernah mengatakan, OJK bahkan akan memberikan insentif pada bank yang efisien, yang tercermin dari penurunan NIM dan bunga kredit.
“Pada dasarnya bunga kredit merupakan sumber penghasilan utama bank. Di tengah tekanan kredit macet yang tinggi tahun lalu, profitabilitas bank masih bertumpu pada suku bunga kredit. Ini membuat bank-bank belum bisa memenuhi imbauan OJK," ujar Doddy kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/2).
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Achmad Baiquni memperkirakan, NIM perbankan maupun BNI tahun ini akan sedikit menurun dibandingkan tahun lalu.
Penurunan NIM seiring dengan kemungkinan masih akan berlanjutnya tren penurunan suku bunga kredit, di tengah terbatasnya penurunan suku bunga dana. Tahun lalu, NIM BNI berada di kisaran 6 persen.
“Karena kami melihat suku bunga DPK (dana pihak ketiga) tidak bisa turun banyak lagi tahun ini. Selain itu, mau tidak mau, adanya KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang bunganya lebih murah akan mendorong penurunan bunga pada produk lainnya,” ujar Baiquni.
NIM tinggi tahun lalu juga dinikmati oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Tahun lalu, NIM bank spesialis kredit mikro itu tercatat sebesar 8,10 persen naik dari posisi tahun 2015 yang sebesar 7,91 persen.
"Kenaikan NIM tahun lalu itu lebih karena meningkatnya LDR di tengah penurunan suku bunga," ujar Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo.
Khusus tahun ini, Haru memproyeksi pergerakan NIM akan turun mendekati level 7,8 persen.
(gen)