Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah berharap kunjungan raja Arab Saudi ke Indonesia pada pekan depan bisa memicu kerja sama baru di bidang impor minyak mentah dari negara jazirah tersebut. Impor diperlukan untuk mengamankan pasokan kilang minyak PT Pertamina (Persero) dan disimpan sebagai cadangan strategis (Strategic Petroleum Reserve/SPR).
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Sujatmiko mengungkapkan, impor minyak mentah sebetulnya sudah dibicarakan antara Menteri ESDM dan Menteri Energi Arab Saudi dalam pertemuan di Abudhabi, Uni Emirat Arab beberapa waktu yang lalu.
Dengan memanfaatkan momentum kunjungan raja Arab Saudi, pemerintah ingin membicarakan kembali ihwal kerja sama tersebut. Meski demikian, rencana ini masih dalam tahap pembahasan. Sehingga, belum masuk nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang akan ditandatangani pada pekan depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia kan mau impor crude, nanti ini disepakati dulu. Saya kira, pembahasannya nanti saat pertemuan bilateral antar dua delegasi," ujarnyam di Kementerian ESDM, Jumat (24/2).
Lebih lanjut Sujatmiko mengatakan, pemerintah juga belum menentukan volume impor minyak. Selain itu, pemerintah juga belum menegosiasi harga dengan Arab Saudi, mengingat pembahasan masih berada di tingkat antar pemerintah (Government-to-Government/G-to-G).
Namun, pemerintah berharap, Arab Saudi mau mengekspor minyaknya ke Indonesia dengan harga yang spesial (preferred price). "Jadi, agar bisa dapat preferred price, kami harus masuk daftar Most Preferred Nations (MPN). Ini yang akan kami upayakan agar Indonesia masuk ke daftar itu," imbuh dia.
Selain impor minyak mentah, rencananya kunjungan itu akan dimanfaatkan pemerintah untuk meminta izin otoritas kebandarudaraan Arab Saudi (General Authority of Civil Aviation/GACA) agar Pertamina bisa menjadi operator penyedia avtur di bandara King Abdul Aziz di kota Jeddah.
Rencananya, Pertamina akan menggandeng badan usaha Arab Saudi, Dallah Trans Arabia di dalam operasionalnya. Sekadar informasi, sebelumnya, Pertamina sudah memiliki izin untuk menjadi operator avtur di Bandara King Fahd yang terletak di Kota Dammam.
"Indonesia ingin segera minta izin, karena King Abdul Aziz adalah salah satu bandara tersibuk di Arab Saudi," katanya.
Pemerintah dan Arab Saudi juga akan memformalisasi pembentukan usaha patungan (Joint Venture/JV) antara Pertamina dan Saudi Aramco dalam perluasan kapasitas dan kompleksitas kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) Cilacap. JV ini sendiri sudah ditandatangani pada akhir Desember lalu.
Sebagai informasi, RDMP kilang Cilacap merupakan proyek bersama di mana Pertamina mengempit 55 persen kepemilikan dan Saudi Aramco memegang sisa 45 persen. Nilai proyek ini diperkirakan sebesar US$5 miliar.
"Tidak menutup kemungkinan kami menjajaki untuk proyek kilang lainnya," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Rachmad Hardadi mengatakan, belum ada rencana kerja sama lain di bidang migas selain RDMP Cilacap. Kendati demikian, ia berharap, kunjungan Raja Arab Saudi pada pekan depan bisa menghasilkan beberapa kerja sama lain di bidang energi.
"Sejauh ini baru kilang saja. Dari sisi hulu dan gas sedang dikoordinasikan," tutur Rachmad.
(bir)